theIndonesian – Desakan agar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dievaluasi bahkan secepatnya dicopot mulai bermunculan. Setelah sebelumnya Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman minta Dwi Soetjipto dicopot, kini desakan serupa juga muncul dari kalangan parlemen.
Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin menegaskan, kinerja Dwi Soetjipto sangat tidak bagus, Ini terlihat dari sektor hulu migas yang tidak menunjukkan perkembangan kemajuan dan kecenderungannya terus menurun.
Dia pada akhir pekan lalu bilang, “Saya kira, akibat kinerja buruk SKK Migas ini membuat Indonesia semakin besar bergantung pada impor BBM dari luar negeri. Kinerja hulu migas yang tidak maksimal, target lifting tidak tercapai.”
Mukhtarudin kembali komentar, “Sudah lebih dari lima tahun lifting minyak nasional terus merosot dari tahun ke tahun. Kalau mengacu dengan target lifting minyak pada 2020 sebesar 755 ribu barel per hari (bph), angka ini terus turun selama lima tahun terakhir menjadi sebesar 635 ribu barel bph pada akhir 2024 nanti.”
Dia pun juga menegaskan bahwa realisasi tahunan pun tidak mencapai seratus persen. Laporan lifting minyak pada 2024 terhitung sampai 15 April adalah sebesar 576 ribu bph atau hanya 90 persen dari target lifting 2024.
Mukhtarudin pun mendesak agar Dwi Soetjipto dievaluasi, karena tidak mampu dalam mengelola dan meningkatkan kinerja hulu migas untuk mencapai lifting minyak nasional dan pesimis target lifting minyak satu juga bph pada 2030 bisa tercapai.
Berikut ini profil Dwi Soetjipto. Ia dilantik sebagai kepala SKK Migas pada 20 November 2018 menggantikan Amien Sunaryadi yang pensiun. Kemudian ia diangkat lagi oleh Presiden Jokowi untuk yang kedua kalinya pada 5 Desember 2022 untuk masa jabatan periode 2022 – 2026.
Sebelumnya, beliau mendapatkan penugasan di beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai top manajemen. Dwi Soetjipto memiliki karier yang panjang di industri semen sejak 1981 dan mendapatkan kepercayaan sebagai direktur Litbang PT Semen Padang pada 1995-2003 dan direktur utama PT Semen Padang pada 2003-2005.
Dwi kemudian mendapatkan penugasan sebagai direktur utama PT Semen Gresik (Persero) Tbk pada 2005-2013. Berikutnya, ia dipercaya sebagai direktur utama PT Pertamina (Persero) pada 2014-2017.
Pria kelahiran 1955 ini menamatkan pendidikan sarjana di jurusan teknik kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), lalu lanjut program magister di Universitas Andalas dan program doktoral di Universitas Indonesia.
Sebelumnya, Dwi Soetjipto pernah mengakui bahwa realisasi produksi minyak dan gas bumi sepanjang 2023 tidak mencapai target. Salah satunya, disebabkan adanya penurunan pengeboran sumur.
“Lifting minyak memang masih di bawah tahun lalu (2022) jadi 605,5 ribu bph, namun penurunan kita bisa kita perkecil di tahun sebelumnya. Tahun sebelumnya turun tujuh psersen, 2023 tinggal satu persen,” kata dia awal Januari 2024.
Berdasarkan data SKK Migas, lifting minyak pada 2023 baru mencapai 605,5 ribu bph atau baru mencapai 92 persen dari target 660 ribu bph. Sementara, untuk gas mencapai 5.378 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 87 persen dari target 6.160 MMSCFD.
Sementara untuk 2024 ini target lifting minyak ditetapkan sebesar 635 ribu bph. Sedangkan untuk lifting gas ditetapkan sebesar 5.785 MMSCFD.
Kontroversi
Yusri Usman lalu coba menilik ke belakang. Ia lalu menegaskan bahwa sejak awal menjabat kepala SKK Migas, nama Dwi Soetjipto sudah berpolemik. Prosesnya diawali dengan perubahan aturan yang melibatkan Presiden Jokowi. Kini, kinerja SKK Migas terbukti banyak jebloknya.
Dia tegaskan kepada The Indonesian, “Sejak lama kami tidak percaya dengan janji-janji manis Dwi Soetjipto, terkait peningkatan produksi minyak sejuta barel per hari. Sekarang malah semakin jeblok. Sebaiknya dia mundur atau diganti.”
Ironi, pengungkapan Yusri, Presiden Jokowi begitu all out mempertahankan Dwi Soetjipto. Bahkan, Jokowi rela mencoret batas usia kepala SKK Migas yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Komentar Yusri, “Ada kejadian menarik ketika Dwi Soetjipto dipilih Presiden Jokowi menjabat kepala SKK Migas pada 2018. Pola-polanya mirip Gibran yang melangkah mulus menjadi cawapres dengan ‘menukangi’ undang-undang lewat Mahkamah Konstitusi (MK).”
Cerita Yusri, Dwi Soetjipto sejak awal digadang-gadang Jokowi memimpin SKK Migas. Namun, Dwi Soetjipto terganjal soal umur. Berdasarkan pasal 12 ayat 1 Perpres 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, mengatur umur kepala, wakil kepala, sekretaris, pengawas internal dan para deputi SKK Migas, dibatasi 60 tahun.
“Namun, pada April 2018, Jokowi mengeluarkan Perpres 36/2018 tentang Perubahan Perpres No 9/2009. Di mana, kata-kata ‘kepala’ dikeluarkan dari batasan umur 60 tahun. Sehingga, batasan umur 60 tahun hanya berlaku untuk wakil kepala, sekretaris, pengawas internal, dan para deputi SKK Migas,” terang Yusri.
Melalui beleid ini, lanjut dia, Dwi Soetjipto bisa melenggang mulus menjadi kepala SKK Migas, pada 30 November 2018. Kala itu, Dwi Soetjipto telah berumur 63 tahun. Menariknya lagi, Dwi menggantikan Amien Sunaryadi yang umurnya 58 tahun.
“Dari sisi umur, Amien punya kans untuk diperpanjang jabatannya. Sayangnya, Jokowi sudah punya nama lain. Segala cara dilakukan presiden untuk menunjuk orang kepercayaannya. Kini apa hasilnya? Berkali-kali SKK Migas gagal namun posisi Dwi Soetjipto tetap saja aman.”
The Indonesian