theIndonesian – Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menegaskan bahwa pihaknya siap beradu data terkait hilirisasi nikel dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Penegasan Tom, dirinya terbuka untuk dilakukan adu data dan gagasan dengan Bahlil Lahadalia atau pihak mana pun. “Kami selalu terbuka untuk adu data, adu gagasan, dan adu fakta,” kata dia Jakarta, Jumat (2/2).
Tom mengungkapkan, hilirisasi nikel yang sedang berlangsung saat ini sangat penuh masalah. Penjelasan dia, hilirisasi sangat minim manfaat ekonomi untuk masyarakat.
“Semakin jelas bahwa industri nikel mulai dari tambangnya sampai olahannya yang diistilahkan hilirisasi penuh dengan masalah, tentunya ada manfaat ekonomi tapi angkanya sejauh ini manfaat bagi ekonomi secara total itu minim,” ungkap Tom Lembong.
Komentar Tom, pendapat negatif di lingkungan hidup sangat signifikan. Hal negatif juga terlihat di sisi pekerja, baik dari segi kondisi kerja, jumlah kecelakaan yang memakan korban nyawa.
“Sementara justru dari segi ekonomi di samping berkontribusi minim kepada totalitas produk domestik bruto kita, juga terlalu rakus jangka pendek,” ungkap dia.
Tom bilang, cadangan nikel Indonesia akan habis dalam waktu 15-20 tahun ke depan. Dia menyebut hal itu akan terjadi jika hilirisasi nikel tetap dilakukan secara ugal-ugalan.
“Itu konsekuensi dari pada pelaksanaan sebuah kebijakan yang terlalu berorientasi jangka pendek ugal-ugalan, sehingga mengorbankan aspek-aspek jangka panjang seperti lingkungan hidup, keadilan sosial, kondisi pekerja dan juga kepentingan ekonomi,” jelas dia.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia geram banyak yang mengkritisi kebijakan hilirisasi, salah satunya untuk nikel. Ia menegaskan saat ini nikel merupakan bahan baku yang besar dan paling dicari oleh negara-negara maju.
Ia pun mempertanyakan mengapa banyak pihak yang mengkritisi hilirisasi nikel. Padahal menurutnya nikel adalah sumber daya alam milik dalam negeri yang berpotensi besar untuk perkembangan industri kendaraan listrik khususnya untuk baterai mobil listrik.
Bahlil pun curiga informasi tersebut digunakan untuk melobi pemerintahan selanjutnya agar Indonesia tidak lagi melarang ekspor barang mentah. Ia pun menyinggung soal laporan IMF yang sempat merekomendasikan Indonesia untuk mempertimbangkan pelarangan ekspor barang mentah. (tim)