theIndonesian – Munculnya pasal larangan penayangan eksklusif jurnalisme investigatif dalam RUU Penyiaran pada draf terakhir sangat jelas mengancam kebebasan pers dan lonceng bahaya bagi gaung demokrasi.
Hal itu ditegaskan pengamat politik Universitas Jember Muhammad Iqbal, dilansir Antara, Rabu (15/5). Kata dia, “Apa yang merasuk dalam diri pembuat draf RUU Penyiaran itu sampai eksplisit menyertakan diktum melarang penayangan produk jurnalisme investigatif.”
Dia lalu bercerita, sejarah pers dalam arti luas yang juga mencakup ranah penyiaran justru menemukan jati diri fungsi kontrol sosial melalui praktik jurnalisme investigatif, sehingga ada mandat yang diemban insan dan institusi pers memenuhi hak publik atas informasi berdasarkan kebenaran dan keadilan faktual.
Komentar Iqbal, “Pola dan cara insan pers menggali informasi secara investigatif lalu mewartakan atau menyiarkan hasil investigasi jurnalisme-nya adalah hakikat kebebasan pers.”
Iqbal kembali lantang bersuara, bahwa segala upaya pelarangan kepada hakikat itu atas alasan apa pun sejatinya adalah ancaman pada kebebasan pers. karena fungsi dan kerja pers memang harus memenuhi prinsip liputan dua sisi, cek dan ricek dengan menggali baik realitas psikologis (berupa opini) maupun realitas sosiologis (kebenaran faktual).
“Semua itu bertujuan untuk memenuhi hak publik atas kebenaran informasi secara komprehensif dan independen. Praktik jurnalisme Investigatif diyakini mampu memenuhi prinsip dan tujuan itu,” jelas dia.
Kata dia, “Sangat tidak masuk akal jika ada upaya berkedok konstitusional menyelundupkan pasal yang melarang fungsi penayangan hasil jurnalisme investigatif, karena hak publik dan nasib demokrasi serta independensi pers niscaya terancam.”
Lanjut Iqbal, “Ada simpul kekuasaan politik ekonomi yang sangat terusik dengan betapa tajam dan kritisnya produk jurnalisme investigatif ketika berhasil mengungkap suatu kebijakan atau persekongkolan jahat yang merugikan kepentingan publik.”
Iqbal menjelaskan segenap masyarakat dan wakil rakyat sudah seharusnya menolak pasal pelarangan itu dan pasal-pasal lain yang potensial mengerdilkan bahkan memberangus kebebasan serta independensi pers di ranah penyiaran.
“Kami berharap di akhir sisa masa kekuasaan Presiden Jokowi maupun rezim baru Presiden Prabowo, tidak ada lagi upaya kekuasaan politik yang mengancam kebebasan berekspresi, kebebasan pers dan nasib demokrasi,” jelasnya.
The Indonesian | Antara