theIndonesian – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mesti segera secepatnya mencopot Dwi Soetjipto dari kursi kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas), untuk segera memperbaiki produksi migas nasional (lifting) bisa
Alasan pencopotan Dwi, selama SKK Migas di bawah kepemimpinan dia, kinerja lembaga tersebut kerap sangat memprihatinkan, bahkan cenderung terus menurun setiap tahunnya.
Salah satu petinggi Dewan Energi Nasional (DEN) yang enggan disebut namanya mengungkapkan, kondisi produksi migas nasional saat ini berada di titik nadir, saat konsumsi terus meningkat.
Kata petinggi itu, “Harus dicari orang yang punya latar belakang teknik perminyakan dan pengalaman kerja di sektor migas. Kalau latar belakangnya di luar perminyakan dan tidak punya pengalaman seperti sekarang, pasti akan anjlok terus produksi.”
Kesimpulannya, Presiden Jokowi sebagai ketua DEN mesti segera mengambil langkah tegas dan komprehensif untuk memperbaiki produksi migas nasional. Sebab, salah satu tugas dan fungsi dari DEN adalah menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisik krisis dan darurat energi.
Secara struktural, selain ketua yang dijabat oleh Jokowi, DEN juga memiliki wakil ketua yang dijabat oleh Ma’ruf Amin dan ketua harian DEN dipercayakan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Selain itu, DEN juga terdiri dari anggota yang berasal dari unsur pemerintah, sebut saja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim.
Ada pula Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa.
DEN juga memiliki anggota yang berasal dari unsur pemangku kepentingan, misalnya dari kalangan akademisi, konsumen, teknologi, lingkungan hidup, dan industri. Daftar anggotanya adalah, Agus Puji Prasetyono, Musri, dan Eri Purnomohadi.
Lalu ada As Natio Lasman, Yusra Khan, Dina Nurul Fitria, Abadi Poernomo, dan Agus Pramono,
Sekedar informasi, selama Dwi memimpin SKK Migas, tidak ada prestasi yang patut dibanggakan. Hal itu serupa saat dia duduk sebagai direktur utama PT Pertamina (Persero), sangat minim prestasi.
Perlu diketahui, saat ini produksi minyak nasional hanya 586 ribu barel per hari (bph), dan itu hanya terjadi di era Dwi Soetjipto kala menjadi orang nomor satu di SKK Migas, yang sangat bertanggung jawab di sektor hulu migas.
Produksi minyak yang sedemikian rendah menyebabkan negara ini harus mengimpor crude oil (minyak mentah) hingga 514 ribu bph. Ini dengan perhitungan bahwa kapasitas kilang nasional yang sekitar 1,1 juta bph dikurangi 576 ribu bph.
Secara nasional, Indonesia kini hanya bisa memproduksi BBM sebanyak 850 ribu bph, dengan konsumsi nasional mencapai 1.4 juta bph. Negara ini pun juga melakukan impor BBM jadi sebanyak 550 ribu bph. Total impor crude oil dengan BBM adalah 514 ribu bph ditambah 550 ribu bph, jadi total 1,064 juta bph.
Publik mesti tahu, produksi minyak nasional yang berada di level 500-an ribu bph tersebut hanya terjadi di era 1966-1968, atau sekitar 56 enam tahun yang lalu. Saat itu, produksi minyak nasional berada di level 450 ribu hingga 600 ribu bph.
Di satu sisi, Dwi Soetjipto disinyalir juga diketahui kasus pengadaan liquefied natural gas (LNG) Corpus Christi Liquefaction LLC pada Pertamina yang menjerat Karen Agustiawan, mantan dirut Pertamina.
Sebab, Dwi Soetjipto duduk sebagai dirut Pertamina di periode 28 November 2014 hingga 3 Februari 2017.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Kamis (25/4), pernah mengungkapkan, dalam kasus Corpus Christi apakah perjanjian jual beli (Sales Purchase Agreement/SPA) yang diteken pada 2013 dan 2014 atau yang diteken pada 2015.
“Kalau yang digunakan adalah SPA pada 2015 dengan mengamandemen SPA pada 2013 dan 2014, berarti itu yang diteken oleh Dwi Soetjipto saat ia duduk sebagai dirut Pertamina,” ungkap dia.
Yusri juga komentar, “Konon saya mendengar kabar bahwa realisasi kargo LNG sejak 2019 hingga 2024 sampai dengan 2039 adalah SPA yang diteken pada 2015 Dwi Soetjipto.”
The Indonesian