theIndonesian – Kondisi keuangan masyarakat Indonesia saat ini dalam kondiri terpuruk dan berada di titik terendah dalam dua tahun terakhir. Kondisi tersebut terjadi diduga karena adanya penurunan konsumsi dan lonjakan beban pengeluaran untuk cicilan utang.
Survei Konsumen Februari yang dilansir oleh Bank Indonesia, Rabu (13/3), memperlihatkan, keterpurukan kondisi keuangan terutama karena adanya penurunan penghasilan dan sempitnya ketersediaan lapangan kerja.
Dikutip dari Bloomberg Technoz, hal tersebut akhirnya mengikis minat masyarakat dalam pembelian barang-barang sekunder (durable goods) dan menyeret tingkat keyakinan konsumen Indonesia ke level terendah sejak September lalu.
Bloomberg Technoz menulis, lonjakan harga berbagai bahan kebutuhan pokok, mulai beras sampai gula pasir dan cabai, disusul dengan kenaikan beberapa tarif ruas tol utama lebih dari 30 persen semakin menunjukkan dampaknya pada kondisi keuangan masyarakat Indonesia.
Kondisi keuangan masyarakat saat ini bahkan menjadi yang terburuk dalam dua tahun terakhir, terindikasi dari penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini yang terperosok menjadi 112,1. Sebenarnya kondisi ini masih di level optimistis, tapi itu menjadi yang terendah sejak April 2022. Kala itu indeks tercatat di level 106,2.
Menilik komponen penyusun Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), penyebab penurunan terutama adalah karena kemerosotan nilai Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang menyentuh level terendah sejak November 2022. Indeks ini mengukur pandangan masyarakat terhadap kondisi mereka saat ini dibandingkan enam bulan lalu.
Sementara Indeks Ekspektasi Konsumen (IKE) yang mengukur keyakinan terhadap kondisi enam bulan mendatang dibanding saat ini, masih mencatat kenaikan tipis 0,8 poin terutama didukung oleh kenaikan Indeks Ekspektasi Penghasilan.
Melihat komponen IKE yang menjadi penyebab penurunan indeks keyakinan konsumen, kondisi ini karena tiga komponen penyusun kesemuanya turun bulan lalu. Penurunan terdalam terjadi pada Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, turun hingga 8,3 poin ke level terendah sejak Desember 2022.
Sementara Indeks Penghasilan Saat Ini turun 4,4 poin ke level terendah dua tahun disusul penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama yang juga turun 1,5 poin ke posisi terendah sejak November tahun lalu.
***
JIka melihat kelompok pengeluaran, hasil survei mencatat, kelompok dengan pengeluaran menengah mencatat penurunan keyakinan terdalam. Kelompok berpengeluaran antara Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta mencatat penurunan IKK terdalam hingga 6,1 poin.
Kelompok pendapatan menengah ini menjadi yang paling terpuruk kondisi keuangannya saat ini, terindikasi dari Indeks Kondisi Ekonomi yang turun sampai 9,5 poin, terendah dalam setahun terakhir.
Kondisi keuangan kelompok menengah sekarang jauh lebih buruk dibandingkan enam bulan lalu dengan indeks penghasilan turun terdalam sampai 11,1 poin. Sementara kelompok pengeluaran lain penurunannya terlihat lebih kecil. Sedang kelompok berpengeluaran Rp 1 juta-Rp 2 juta keluar sebagai satu-satunya yang mencatat kenaikan indeks.
Kelompok menengah dengan pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta juga yang mengalami kesulitan terbesar perihal ketersediaan lapangan kerja. Indeksnya turun sampai 13,8 poin. Semua kelompok pengeluaran mencatat penurunan serupa terutama kelas pengeluaran Rp 3,1 juta hingga Rp 5 juta ke atas.
Perlu digarisbawahi juga, akibat keterpurukan kondisi keuangan saat ini dan sulitnya lapangan kerja, minat pembelian barang sekunder terutama di kelas menengah juga susut. Penurunan indeks pembelian durable goods terjadi di semua level ekonomi terutama kelas pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta. Bahkan kelompok ini juga mencatat penurunan terdalam untuk keyakinan terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan. Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha kelas ekonomi ini turun hingga 9,9 poin.
***
Survei yang sama juga melaporkan, kondisi keuangan masyarakat yang menunjukkan penurunan konsumsi. Rata-rata proporsi pendapatan konsumen untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) pada Februari turun menjadi 73 persen atau turun 1,6 poin persentase dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan alokasi untuk konsumsi terutama dicatat oleh kelompok pengeluaran terbawah yaitu Rp 1 juta hingga Rp 2 juta yang turun 3,9 poin persentase. Penurunan konsumsi terjadi di semua kelompok kecuali kelas pengeluaran di atas Rp 5 juta yang masih naik tipis 0,2 poin persentase.
Namun, kelompok ini mencatat penurunan tabungan 1,4 persen dan pada saat yang sama pengeluaran untuk utang naik 1,1 poin persentase. Secara umum, rumah tangga di Indonesia mencatat kenaikan alokasi pendapatan untuk cicilan utang atau pinjaman pada Februari.
Kenaikannya mencapai 1 poin persentase terutama terjadi di kelompok dengan pengeluaran terbawah, naik 2,3 poin persentase dan teratas 1,1 poin persentase. Sementara kelompok Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, menjadi satu-satunya yang turun alokasi pendapatan untuk utang dan pada saat yang sama pengeluaran konsumsinya juga turun.
Adapun alokasi pendapatan untuk ditabung secara umum hanya naik 0,5 poin persentase terutama terjadi di kelompok dengan pengeluaran terbawah. Sedang kelompok pengeluaran teratas di atas Rp 5 juta menjadi satu-satunya yang mencatat penurunan alokasi tabungan sebesar 1,4 poin persentase.
Di satu sisi, hasil survei konsumen terbaru itu menguatkan terjadinya tekanan perekonomian yang berlangsung di tengah masyarakat saat ini, terutama terlihat di kelas menengah yang sepertinya semakin kewalahan mengimbangi lonjakan harga berbagai barang kebutuhan di tengah stagnasi pendapatan.
Mengacu pada Mandiri Spending Index per 25 Februari, kelompok pendapatan bawah, dengan rata-rata tabungan di bawah Rp 1 juta, sudah banyak memakai tabungannya untuk menopang belanja mereka.
Hal itu terlihat dari kenaikan indeks belanja kelompok ini yang diikuti oleh penurunan indeks tabungan. Data itu boleh jadi memperlihatkan dampak pemberian bantuan sosial ke kelas bawah tidak bertahan lama.
Sedang konsumen kelas menengah (rata-rata tabungan Rp 1 juta hingga Rp 10 juta dan kelas atas (rata-rata tabungan di atas Rp 10 juta) mencatat tren mirip di mana indeks belanja maupun tabungannya stagnan.
Situasi tekanan ini berpotensi semakin memburuk ke depan di tengah berbagai wacana kebijakan yang memberatkan daya beli masyarakat. Keputusan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal tahun depan akan kian menyudutkan kekuatan konsumsi masyarakat.
Sementara dalam waktu dekat, ada potensi lonjakan pengeluaran energi atau transportasi seiring dengan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi pertalite dan solar yang diprediksi akan dimulai pada kuartal III tahun ini begitu revisi Peraturan Presiden No. 191/2014 rampung.
The Indonesian | Bloomberg Technoz