theIndonesian – Proyek strategis gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang akan digarap PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menemukan calon investor baru. Investor baru tersebut konon berasal dari Cina. Sebelumnya, investor yang akan menggarap proyek tersebut adalah Air Products & Chemical Inc (APCI) dari Amerika Serikat (AS), namun belakangan mereka mengundurkan diri.
Penjelasan Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail, pihaknya saat ini sedang menjajaki peluang untuk bermitra dengan East China Engineering Science and Technology Co Ltd (ECEC). “Beberapa kami lihat di Cina, ada beberapa perusahaan yang produksi DME. Perusahaan yang serius dengan kami namanya East China Engineering and Technology,” kata dia, Jumat (8/3).
Komentar Arsal, megaproyek tersebut sempat mangkrak setalah Air Products mengundurkan diri. Alasan mereka saat ini perusahaan akan fokus menggarap proyek hidrogen biru di Negeri Paman Sam, setelah dijanjikan insentif menarik dari Presiden Joe Biden. Semua, beredar kabar Sedin Engineering Co Ltd dari Cina sebagai calon kuat pengganti Air Products.
“Kami saat ini juga membuka opsi selain produksi DME dalam proyek penghiliran batu bara melalui proses gasifikasi tersebut. PTBA tetap berkomitmen mendukung hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Selain DME, kami akan melakukan penjajakan hilirisasi non-DME, tetapi fokus pada produk turunan lainnya seperti metanol, etanol, dan sebagainya,” jelas dia.
Di sisi lain, pemerintah memiliki dua megaproyek penghiliran batu bara melalui skema kerja sama dengan badan usaha. Pertama, pengolahan batu bara menjadi amonia yang digawangi Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Kedua, pengolahan menjadi DME sebagai substitusi LPG yang digawangi PTBA.
Awalnya, proyek gasifikasi tersebut direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatera Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.
Konon, waktu itu Air Products akan menggelontorkan dana sebesar USD 2,1 miliar atau sekitar Rp 30 triliun. Proyek tersebut semula digadang-gadang sanggup memenuhi kebutuhan 500 ribu ton urea per tahun, 400 ribu ton DME per tahun, dan 450 ribu ton polipropilen per tahun.
Berdasarkan penjelasan manajemen PT Pertamina (Persero) beberapa waktu lalu, dengan utilisasi enam juta ton batu bara per tahun, proyek ini diklaim dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG satu juta ton per tahun, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
The Indonesian