theIndonesian – Meningkatnya perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) konon dipengaruhi oleh tingginya jumlah dukungan dari beberapa daerah. Hal itu diutarakan oleh Ketua DPD PSI Semarang, Melly Pangestu. “Salah satunya Semarang,” kata dia, dilansir Antara, pekan lalu.
Komentar dia, keberhasilan tersebut berkat kerja keras para relawan dan kader dalam melakukan kampanye di wilayah Semarang. Melly juga menilai faktor sosok Kaesang Pangarep selaku ketua umum PSI sekaligus putra Presiden Joko Widodo menjadi magnet baru bagi warga. “Dua faktor, Kaesang dan Jokowi effect serta perjuangan caleg secara merata,” kata dia.
Di satu sisi, dalam siaran resmi PSI di Jakarta, Sabtu (2/3), Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menilai wajar adanya penambahan suara saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024. “Semua pihak agar tidak tendensius dalam menyikapi penambahan suara untuk PSI. Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar,” kata dia.
Klaim dia, berbagai kemungkinan masih dapat terjadi selama KPU masih merekapitulasi suara para pemilih dalam Pemilu 2024. Sekedar informasi, berdasarkan rekapitulasi suara sementara KPU, PSI memperoleh 3,13 persen suara dari pemilihan anggota DPR RI per Sabtu pukul 12.00 WIB. Berdasarkan periode waktu itu, suara yang terhitung mencapai 65,73 persen.
Melihat kondisi itu, PSI hanya membutuhkan kurang dari satu persen suara, tepatnya 0,87 persen suara, untuk dapat mencapai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen untuk bisa lolos ke Senayan. Perlu diketahui, melesatnya perolehan suara PSI mengundang kecurigaan sejumlah pihak. Konon, kenaikan suara tersebut berdasarkan hitung manual (real count) yang dilakukan KPU dinilai tidak wajar.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menegaskan, suara suatu partai politik mustahil naik secara tajam secara langsung. “Kenaikan seperti itu tidak ubahnya semacam sulap.”
Komentar Ujang, sejumlah politisi mulai dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) hingga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bahkan mulai menyadari terjadi ketidakwajaran kenaikan suara PSI. “Sesama politisi paham, tidak mungkin langsung simsalabim suara itu, tidak mungkin langsung melonjak,” kata Ujang, dilansir Kompas.com, Minggu (3/3).
Penjelasan Ujang, di antara kecurigaan para politisi tersebut adalah dugaan operasi untuk meloloskan PSI ke parlemen dengan cara menaikkan perolehan suaranya hingga tembus empat persen. “Caranya, dengan mengalihkan suara partai politik tertentu kepada PSI. Jika memang operasi tersebut benar adanya, maka kedaulatan masyarakat dalam sistem demokrasi terancam. Kedaulatan rakyat, suara rakyat bisa diakali, bisa dimanipulasi, bisa dimainkan, ini bahaya,” tegas Ujang.
Terpisah, dalam keterangan tertulis Minggu (3/3), Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi terdapat dua modus untuk meloloskan PSI ke parlemen. Modus pertama, kata dia, memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos parliamentary threshold kepada coblos gambar partai tersebut. Modus kedua, memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut.
Pria yang biasa disapa Gus Romi itu menambahkan, pihaknya juga mendengar terdapat operasi untuk memenangkan PSI yang digerakkan aparat. Mereka menargetkan penyelenggara pemilu di tingkat daerah agar PSI meraup 50 ribu suara di setiap kabupaten atau kota di Pulau Jawa dan 20 ribu suara di setiap kabupaten atau kota di luar Jawa.
“Operasi itu dilakukan dengan membiayai organisasi masyarakat (ormas) kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin menteri. Mereka memiliki agenda untuk memobilisasi masyarakat agar mencoblos logo PSI di surat suara. Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum pemilu,” ungkap dia.
Ironi, ketika pemilu bergulir rencana itu tidak berjalan mulus. Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei menyatakan suara PSI jauh di bawah ambang batas parlemen, yakni di angka dua persen. Sekedar informasi, hitung cepat lembaga survei memiliki margin of error sekitar satu persen. Artinya, agar lolos parlemen suatu partai harus meraup minimal sekitar tiga persen dalam hitung cepat.
Anehnya, sejumlah pengamat politik hingga pemilik lembaga survei mengendus keganjilan. Hal itu disebabkan karena suara PSI melesat dan keluar dari garis kewajaran. Misalnya, dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU, masuk data dari 110 tempat pemungutan suara (TPS) yang menyumbang 19 ribu suara PSI. Berarti, diperkirakan setiap TPS terdapat 173 pemilih PSI.
“Diasumsikan partisipasi pemilih seperti 2019, yakni 81,69 persen dari 300 hak suara, maka di setiap TPS terdapat 245 surat suara yang dicoblos. Jika perolehan PSI setiap TPS mencapai 173 suara, berarti partai lainnya secara keseluruhan hanya 29 persen. Angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih,” ujar Romi.
Kecurigaan juga dilontarkan belasan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi. Ketua Perhimpunan bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani komentar, kenaikan suara PSI tidak masuk akal karena data pemilu yang masuk dari TPS saat ini sudah di atas 60 persen.
“Koalisi sudah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian Sirekap (Sistem Rekapitulasi) KPU,” kata dia, dalam keterangannya Minggu (3/3).
Penjelasan Julius, sejak 18 Februari KPU di tingkat kabupaten atau kota sempat menghentikan pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara secara manual di tingkat kecamatan. Pada waktu yang bersamaan, KPU juga menghentikan penghitungan pada Sirekap dengan alasan sinkronisasi data. Hal itu membuat Sirekap tidak bisa diakses. “Kondisi ini merupakan gelagat yang mencurigakan. Itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi,” tegas dia.
Sekedar informasi. lonjakan suara PSI mulai terjadi dari hanya 2,86 persen atau 2.171.907 suara pada Kamis (29/2) pukul 10.00 WIB menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 suara pada Sabtu (2/3) pukul 15.00 WIB. Sementara, dalam jangka waktu yang sama, hasil TPS yang dilaporkan di situs real count KPU bertambah dari 539.084 menjadi 541.324 TPS.
Konon, terdapat tambahan data dari 2.240 TPS. Adanya data tersebut, bila diasumsikan maka PSI mendapatkan tambahan 203.361 suara dari 2.240 TPS. Data selisihnya cukup jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Lalu, Anda masih percaya PSI kelak jika lolos ke Senayan karena dukungan masyarakat yang cukup besar kepada partai tersebut? Anda bisa menyimpulkan sendiri.
(TheIndonesia)