theIndonesian – Dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam mekanisme penjualan kondensat bagian negara di KKKS Medco Energi Bengkanai Limited (MEBL), Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, akan segera dilaporkan ke penegak hukum.
Meskipun dilakukan oleh pihak swasta, dalam hal ini MEBL, namun karena ada konsendat bagian negara yang diduga dijual dengan melanggar prosedural, maka ini sudah masuk ke dalam dugaan tersebut.
“Ketika dugaan kondensat bagian negara bisa dijual tanpa mekanisme tender, pasti ada pejabat negara juga yang ikut memuluskan jalannya penjualan kondensat tersebut,” kata Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman kepada TheIndonesian.id di Jakarta, Senin (26/2).
Yusri mengungkapkan, pada Senin (4/3) pekan depan, pihaknya akan memasukkan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan (KPK). “Data-datanya sudah lengkap semua.”
Penjelasan Yusri, pihaknya juga telah melalukan konfirmasi secara resmi ke staf bagian komersial SKK Migas, terungkap bahwa kondensat bagian negara tidak ditenderkan oleh Medco Energy Bengkanai sejak 2018 hingga saat ini 2024 kepada pembeli PT Kimia Yasa dengan formula Kondensat Senipah – (minus) USD 37,57 per barel.
Baca juga: Akrobat Bisnis Lezat Bernama Kondensat
Pihaknya, lanjut dia, juga memperoleh data ada perusahaan yang mengajukan pembelian kondensat Karendan dari WK Medco Energi Bengkanai pada sekitar awal Oktober 2023 kepada deputi Keuangan dan Komersial SKK Migas dengan formula Senipah Kondensat – (minus) USD 35 per barel.
“Itu artinya penjualan kondensat bagian negara tanpa tender diduga telah merugikan negara USD 2,57 per barel, sehingga total kerugian negara tinggal dikalikan dengan total volume kondensat bagian negara yang telah dijual oleh MEBL kepada PT Kimia Yasa. Itu menjadi tugas BPK RI untuk menghitungnya dan tugas KPK serta Kejaksaan Agung pula untuk menelisiknya,” ungkap dia.
Terpisah, Sr Manager Communication PT Medco E&P Indonesia Leony Lervyn Saragi dalam surat tanggapan yang ditujukan kepada CERI, berkomentar, MEBL sebagai KKKS yang berada di bawah pengawasan SKK Migas, dalam melakukan semua aktivitas dan transaksi yang dilakukan telah memenuhi dan sesuai peraturan dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
“Terkait aktivitas PT Kimia Yasa (KY), MEBL menegaskan bahwa PT KY merupakan pihak pembeli kondensat, dan bukan merupakan afiliasi MEBL. Proses pengangkutan, penimbunan dan distribusi kondensat dilakukan oleh PT KY. Seluruh aktivitas tersebut, sejak keluar dari lokasi operasi Medco E&P menjadi tanggung jawab PT KY. informasi lebih lanjut silakan menghubungi manajemen PT KY,” tulis Leony.
Yusri pun menjawab, terkesan SKK Migas tidak berfungsi untuk mengawasi proses bisnis tersebut. Pasalnya, bagaimana mungkin dilakukan penjualan kondensat bagian negara tanpa tender, sehingga berpotensi tidak memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
“Kemudian, konon kabarnya kontrak yang terjadi dengan PT Kimia Yasa tidak dikenakan denda bayar jika tidak mengambil kondensatnya. Padahal jika kondensat tidak diambil bisa berpotensi terjadi ‘tangki penuh’ dan production curtailment atau pengetatan atau pembatasan produksi serta ground flaring. Peristiwa ini harusnya sangat dihindari,” jelas dia.
Yusri pun meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk membentuk tim dan segera menelisik kinerja SKK Migas dalam kasus ini. “Bisa jadi praktik seperti ini terjadi juga di KKKS lainnya yang bisa menyebabkan lifting migas turun terus dari tahun ke tahun,” ungkap dia.
Penjelasan Yusri, diketahui gas sebanyak 20 MMscfd berasal dari WK Migas Medco Energi Bengkanai untuk mensuplai kebutuhan gas PLTGM Bengkanai 1 milik PLN dengan kapasitas 140 MW.
“Ironi, sejak 2022 infonya PLTGM Bengkanai 2 sudah beroperasi dengan kapasitas 140 MW, hanya kami tidak mengetahui asal pasokan gasnya dari mana,” ucap dia.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran situs Ditjen Migas Kementerian ESDM terhadap aktivitas di hilir migas terkait PT Kimia Yasa dan PT Prima Surya Putra, terdapat sejumlah informasi yang cukup mengagetkan.
PT Kimia Yasa diketahui memiliki izin pengolahan migas, namun belum pernah melaporkan kegiatan usahanya ke Kementerian ESDM. Selain itu, PT Kimia Yasa ternyata tidak memiliki izin pengangkutan migas.
“PT Kimia Yasa belum melaporkan kegiatan usahanya ke Kementrian ESDM sejak Oktober 2022 sampai dengan Desember 2022 terkait izin niaga migas,” ungkap Yusri.
Sisi lain, PT Prima Surya Putra sebagai subkontraktor PT Kimia Yasa dalam mengangkut kondensaat dengan truk di WK Medco Bengkanai, diketahui memiliki izin pengangkutan migas, namun belum pernah melaporkan kegiatan usahanya ke Kementerian ESDM.