theIndonesian – Kondensat adalah residu dari gas alam yang dimurnikan menjadi berbentuk cair dan digunakan sebagai pelarut industri cat, farmasi dan lem. Fungsi atau kegunaaan dari kondensat biasanya sebagai pelarut dalam proses pembuatan cat, varnish, dan tinta cetak. Bisa juga sebagai komponen dalam preparasi larutan untuk ban, karet, dan perekat/industri lem. Kemudian, pelarut dalam industri farmasi, kosmetik, dan industri makanan, serta pembersih di dunia industri.
Kondensat merupakan hidrokarbon cair yang didapatkan dari sumur gas atau sumur minyak bercampur gas. Dalam kondisi temperatur dan tekanan sekitar, kondensat ini bentuknya mirip dengan bensin dan mudah terbakar.
Gas yang baru keluar dari sumur lapangan itu biasanya masih basah karena bercampur cairan hidrokarbon. Cairan kondensat dipisahkan dari gas melalui alat bernama separator atau scrubber.
Medio Juni 2020, publik digegerkan adanya kasus penjualan kondensat bagian negara yang dilakukan oleh PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)—kini berganti nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Listyo Sigit Prabowo ketika menjabat sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri mengungkapkan, kronologis terjadinya tindak pidana bermula pada 2009, saat TPPI ditunjuk oleh BP Migas sebagai penjual kondesat bagian negara, tetapi dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan. Akibat adanya ‘penjualan ilegal’ kondensat itu, negara dirugikan hingga mencapai USD 2.588.285.650,91 atau sekitar Rp37,8 triliun.
Versi Bareskrim Mabes Polri, penyimpangan itu terjadi karena adanya penunjukan langsung TPPI sebagai penjual kondesat bagian negara oleh Kepala BP Migas Raden Priyono melalui penerbitan surat keputusan nomor : 0267/BP00000/2009/S2 tanggal 18, Maret 2009, perihal penunjukan TPPI sebagai penjual kondesat bagian negara.
Penunjukan tersebut bertujuan untuk menunjang pengadaan BBM nasional, namun dilakukan tanpa melalui evaluasi oleh tim penunjukan penjual minyak mentah atau kondesat bagian negara.
Walaupun diketahui bahwa TPPI tidak memenuhi sejumlah persyaratan umum, seperti TPPI tidak tercatat pada BP Migas, tidak memenuhi persyaratan pengalaman kerja, tidak memiliki kemampuan keuangan dan tidak ada persyaratan kesanggupan mematuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BP Migas, namun penunjukan tetap berlangsung.
Selain itu, TPPI juga tidak memenuhi prosedur yang meliputi pengiriman dokumen atau formulir penawaran dari BP Migas kepada TPPI dan pengembalian dokumen atau formulir penawaran yang telah diisi oleh TPPI, termasuk di dalamnya dokumen jaminan pembayaran sebagai salah satu dokumen pendukung dari TPPI kepada BP Migas.
Penyelidikan Bareskrim Mabes Polri mengungkapkan, proses penunjukan TPPI tersebut menyimpang dari surat kepada kepala BPMIGAS Nomor : KPTS-20/BP00000/2003-S0 tanggal 15, April 2003 tentang tata cara penunjukan penjual minyak mentah/kondesat bagian negara dan surat kepada kepala BPMIGAS Nomor : KPTS-24/BP00000/2003-S0 tanggal 16, April 2003.
Meskipun diketahui tidak sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang ditentukan, Raden Priyono tetap memerintahkan agar TPPI melakukan lifting kondensat bagin negara. Jumlah lifting kondesat bagian negara yang telah dilakukan oleh TPPI sejak 23, Mei 2009 sampai dengan tanggal 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel senilai USD 2,716,859,655.37.
Pelaksanaan lifting tersebut dilakukan tanpa adanya jaminan pembayaran dan tanpa adanya Seller Appointment Agreement (SAA). Jaminan pembayaran baru dapat disediakan TPPI pada 1 April 2010 dan kontrak ditandatangani pada 23 April 2010, yaitu setelah hampir satu tahun lifting dan setelah adanya rapat pembahasan yang dilakukan oleh BP Migas, Kementerian Keuangan dan TPPI.
Namun, jaminan pembayaran yang disediakan oleh TPPI ternyata tidak mencukupi, hal tersebut tidak sesuai dengan padal 100 ayat (6) PP Nomor 35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang menyatakan bahwa penunjukan badan usaha atau kontraktor sebagai penjual minyak dan gas bumi bagian negara beserta persyaratannya dituangkan dalam bentuk perjanjian, dan surat kepada kepala BPMIGAS Nomor KPTS-20/BP00000/2003-S0 tanggal 15 April 2003.
Akibat kasus tersebut, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi vonis hukuman masing-masing Raden Priyono 12 tahun, Djoko Harsono (mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas) 12 tahun, dan Dirut TPPI Honggo Wendratno dihukum 16 tahun penjara.
Kondensat Medco
Teranyar, nyaris menyerupai kasus TPPI, ada dugaan kembali soal kondensat bagian negara yang dijual oleh pihak ketiga. Dugaan tersebut dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman.
Dia menengarai adanya kondensat bagian negara di wilayah kerja migas Medco Energi Bangkanai Ltd (MEBL) kepada PT Kimia Yasa. “Penjualan kondensat bagian negara wajib dengan mekanisme tender. Artinya, tidak boleh dilakukan tanpa melalui mekanisme tender,” kata Yusri di Jakarta, Senin (5/2).
Penjelasan Yusri, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) meski telah diberikan kewenangan skema komersialisasi election not to take in kind (ENTIK), penjualan kondensat bagian negara dapat dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “Tidak otomatis membolehkan proses jual-beli tanpa mekanisme tender,” tegas dia.
Komentar Yusri, jika penjualan kondensat tidak melalui mekanisme tender, maka berpotensi merugikan keuangan negara. Aparat penegak hukum bisa mengusut hal itu. Yusri juga mengingatkan adanya ketentuan lain dalam penjualan kondensat. Regulasi tersebut adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 42 tahun 2018.
Aturan tersebut menyebutkan bahwa semua produksi minyak, gas, dan kondensat harus ditawarkan terlebih dahulu ke PT Pertamina (Persero) untuk menjaga ketahanan energi nasional. “Jika kilang Pertamina menolak, maka KKKS boleh menjual kepada pihak lainnya termasuk untuk ekspor,” ujar dia.
Selain membeli kondensat tanpa proses tender, Kimia Yasa juga diduga tidak memiliki izin pengapalan dan Persetujuan Layak Operasi (PLO) dari Ditjen Migas untuk tangki penampungnya. Hal ini terungkap dari pengakuan Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Rangga Ilung Barito Utara, Handry Sulfian terkait izin muat migas dari tangki ke kapal tongkang.
Dia mengatakan tidak ada nama PT Kimia Yasa dalam daftar mereka. “Di data kami tidak ada PT Kimia Yasa,” jawab pihak pelabuhan saat dikonfirmasi awak media, Rabu (31/1) lalu.
Pembelaan SKK Migas
Terpisah, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menjelaskan, kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja Bangkanai (WK Bangkanai) dilakukan oleh KKKS Medco Energy Bangkanai Ltd (MEBL). Produksi gas saat ini dipasok untuk kebutuhan listrik PLN. Produksi kondensat yang di-lifting untuk pasokan kebutuhan domestik.
“Produksi kondensat dari WK Bangkanai sekitar 400-500 BCPD. Saat ini dijual kepada pembeli domestik, yaitu PT Kimia Yasa dengan titik serah penjualan berada di area terluar fasilitas hulu (flange gate area Kerendan Gas Processing Facility),” kata Nanang, Minggu (4/2).
Penuturan Nanang, skema komersialisasi WK Bangkanai saat ini adalah ENTIK. Melalui skema itu MEBL selaku KKKS diberi kewenangan oleh SKK Migas dan diwajibkan untuk memasarkan seluruh minyak bumi yang diproduksikan dan disimpan dari wilayah kerja dimaksud.
“Penjual minyak bumi atau kondensat di WK tersebut adalah KKKS MEBL. Sesuai Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual dan Penjualan Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku di MEBL sebagai penjual,” jelas dia.
Di sisi lain, Direktur PT Kimia Yasa Robbyanto Lukito mengatakan, pihaknya adalah pembeli resmi kondensat dari Medco Energi Bangkanai Ltd (MEBL). Kimia Yasa adalah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan dan logistik Petrokimia dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Beroperasi sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Berdasarkan Perjanjian Jual Beli Kondensat antara Medco Energi Bangkanai Ltd (MEBL) dan PT Kimia Yasa yang telah disepakati, seluruh proses pengambilan, pengangkutan, penimbunan dan distribusi kondensat tersebut merupakan kewenangan PT Kimia Yasa dan PT Kimia Yasa memiliki perizinan lengkap yang diperlukan dalam pelaksanaan Kontrak,” jelas Robbyanto Lukito dalam siaran persnya pada Rabu (31/1).
Pertanyaan berikutnya, apakah kasus penjualan kondensat ini akan menjadi seperti kasus TPPI? Publik akan menantikannya.
(TheIndonesian/tim)