theIndonesian – Peristiwa November 2023 menjadi hari bersejarah bagi Ratu Kalinyamat yang bernama lahir Retna Kencana. Perempuan penguasa Jepara pada masa masuknya Islam ke Pulau Jawa ini akhirnya ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan Keputusan Presiden No 115-TK-tahun 2023 tertanggal 6 November 2023 mengenai status Ratu Kalinyamat menjadi Pahlawan Nasional.
Tidak ada keterangan pasti mengenai tahun kelahiran Ratu Kalinyamat. Emalia dalam jurnal Sulthanah Pertama ‘de Kronige Dame’ di Jawa dan Strategi-strategi Kekuasaannya menulis, Retna Kencana pada 1544 telah menginjak usia remaja. Pada era itu, Retna Kencana telah dikirim oleh ayahnya sebagai utusan Demak untuk beraliansi dengan Banten. Ayah Retna Kencana bernama Pangeran Trenggana. Dia juga merupakan cucu Raden Patah, Sultan Demak pertama.
Sejak masih gadis, Retna Kencana telah mendapatkan kepercayaan menduduki jabatan sebagai Adipati Jepara. Saat itu, ia memiliki wilayah kekuasaan meliputi Jepara, Pati, Kudus, Rembang, dan Blora. Retna Kencana juga menjadi tokoh utama dalam menyelesaikan konflik di lingkungan keluarga Kesultanan Demak. Dampaknya, nama Retna Kencana menjadi termasyhur kala itu.
Nama Retna Kencana berubah menjadi Ratu Kalinyamat ketika ia resmi menjadi ratu di wilayah Jepara. Kerajaan Kalinyamat—juga dikenal sebagai Kerajaan Jepara—adalah sebuah kerajaan Jawa pada abad ke-16 yang berpusat di Jepara.
Semula, Kalinyamat maupun Jepara awalnya adalah dua kadipaten terpisah yang tunduk pada Kerajaan Demak. Sepeninggal Pangeran Trenggana, Kalinyamat mendapatkan Jepara, Pati, Juwana, dan Rembang. Puncak kejayaannya terjadi di pertengahan abad ke-16 ketika Kalinyamat dipimpin oleh Retna Kencana yang akhirnya berubah nama menjadi Ratu Kalinyamat.
Pada 1551 dan 1574, Kalinyamat melakukan ekspedisi ke Melaka Portugis untuk mengusir Portugal dari Hindia Timur sementara meluaskan kekuasaannya ke luar Jawa, seperti Kalimantan Barat dan Pulau Bawean.
Selama masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara mengalami perkembangan pesat. Menurut sumber Portugis yang ditulis Meilink-Roelofsz dikutip dari core.ac.uk, Jepara menjadi kota pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa dan memiliki armada laut yang kuat pada abad ke-16.
Masih pada abad ke-16 sekitar 1550, Ratu Kalinyamat membantu Sultan Johor melawan tentara Portugis. Ia mengirim 40 kapal perang dan 4.000 pasukan ke Selat Malaka. Sebab, tujuan dari pertempuran tersebut adalah membebaskan perairan Malaka dari dominasi Portugis.
Selain itu, ia juga membantu masyarakat Hitu di Ambon untuk melawan Portugis pada 1565. Ia pun mengirim 300 kapal dengan 15.000 pasukan untuk membantu Sultan Aceh berperang melawan penjajah Portugis di Malaka.
Selama menjadi penguasa Jepara, Ratu Kalinyamat tidak pernah menetap di Kalinyamat. Ia bertempat tinggal di salah satu istana di kota pelabuhan Jepara. Lalu, pada awal abad ke-17, di kota pelabuhan tersebut, ada istana raja yang diduga sebagai tempat Ratu Kalinyamat. Sementara itu, daerah Kalinyamat hanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan sang ratu.
Ratu Kalinyamat kemudian menikah dengan Pangeran Hadiri yang merupakan putra Sultan Ibrahim dari Aceh. Setelah menikah dengan Ratu Kalinyamat, ia diberi gelar Pangeran Hadiri yang berarti yang hadir (dari Aceh ke Jepara). Namun, pernikahan keduanya tidak berlangsung lama. Pada 1549, sang suami tewas atau meninggal dunia.
Pangeran Hadiri tewas terbunuh oleh Arya Penangsang pada 10 April 1549. Arya Penangsang adalah paman dari Ratu Kalinyamat yang saat itu ingin merebut kekuasaan Demak dan lebih dahulu membunuh Sultan Trenggana.
Dari pernikahannya, Ratu Kalinyamat tidak dikaruniai putra. Akan tetapi, ia merawat beberapa anak asuh. Salah satu anak asuhnya adalah adiknya sendiri, Pangeran Timur yang setelah dewasa akan menjadi adipati di Madiun dan dikenal sebagai Panembahan Madiun.
Arya Panangsang alias Jipang kang (keturunan putri Champa) atau Raden Jipang ia di kenal sebagai Sultan Demak V. Merupakan murid kesayangan Sunan Kudus. Memerintah pada pertengahan abad ke-16 M. Setelah kematian Arya Penangsang, Jepara sepenuhnya berada dalam kekuasaan Ratu Kalinyamat. Kesultanan Demak sempat mengalami kekisruhan akibat adanya perebutan kekuasaan.
Guna mengantisipasi tersebut, Ratu Kalinyamat membangun strategi untuk memperkuat Jepara dengan pelayaran dan perdagangan. Strategi itu sukses dijalankan oleh Ratu Kalinyamat dan berhasil mengantarkan Jepara sebagai kota pelabuhan terbesar dengan armada laut yang kuat di pesisir utara Jawa pada abad ke-16.
Pada masa pemerintahan sang ratu, Jepara mengalami kemajuan pesat di bidang perdagangan. Ia menjalin hubungan baik dengan pedagang-pedagang di kota-kota pelabuhan seperti Cirebon, Banten, Demak, dan Tuban. Jepara juga menjalin hubungan kerja sama dengan pasar internasional Malaka.
Letak geografis Jepara menjadikan daerah tersebut sebagai titik pertemuan antara perdagangan dunia daratan (Pati, Jepara, Juana, dan Rembang) dan dunia lautan yang terdiri dari jalur perdagangan daerah sekitar pelabuhan dan seberang laut.
Legenda ‘Topo Wudo’
Saat terjadi kisruh perebutan kekuasaan di Kesultanan Demak, Ratu Kalinyamat sangat ingin mengalahkan Arya Penangsang yang telah membunuh ayah, saudara, dan suaminya. Salah satu cara yang dilakukan Ratu Kalinyamat adalah dengan melakukan ‘Topo Wudo’ alias bertapa tanpa selembar helai pakaian pun di Gunun Danaraja. Babad Tanah Jawi menyebutkan, ia mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja.
Tindakan ini dilakukan Ratu Kalinyamat untuk memohon keadilan Tuhan dan memiliki sesanti bahwa ia baru akan turun dan menyudahi pertapaannya jika Arya Penangsang telah terbunuh. Namun, topo wudo tidak dapat dimaknai secara harfiah saja. Wudo dalam bahasa Jawa berarti telanjang.
Namun, hal itu dibantah oleh Sulistiyanto, penulis buku Ratu Kalinyamat Sejarah atau Mitos (2019). Dia berpendapat, sangat tidak mungkin dalam budaya Jawa yang lekat dengan nilai moralitas, seorang ratu tidak mengenakan busana.
Analisa Sulistiyanto, topo wudo adalah simbol yang berarti sang ratu melakukan proses penyucian diri dengan meninggalkan keduniawian, perhiasan dan atribut seorang ratu, serta gemerlap istana dengan menjadi seorang pertapa. Topo wudo adalah pasemon (bahasa pelambang) yang menjadi kebiasaan orang Jawa dalam mengemukakan sesuatu.
Di sisi lain, waktu meninggalnya Ratu Kalinyamat tidak dituliskan secara jelas dan pasti dalam kitab kesusastraan Jawa. Ada juga yang berpendapat bahwa Ratu Kalinyamat diperkirakan meninggal dunia pada 1579.
Sosoknya menunjukkan bahwa seorang perempuan juga mampu memimpin hingga mengantarkan wilayah kekuasaannya kepada masa kejayaan. Ratu Kalinyamat di makamkan di dekat suaminya di pemakaman Mantingan, Jepara.
Selanjutnya setelah meninggal, Ratu Kalinyamat digantikan oleh Pangeran Jepara yang berkuasa pada 1579-1599. Namun, saat masa kepemimpinan Pangeran Jepara, kota ini mengalami penurunan dan jauh dari masa kejayaan di era Ratu Kalinyamat.
(TheIndonesian)