theIndonesian – Tan Malaka melahirkan “Madilog” sebagai suatu cara baru dalam berpikir. Dengan menghubungkan ilmu bukti dan mengembangkannya dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan bangsa Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan yang ada di dunia.
Bukti merupakan fakta dan fakta menjadi lantainya ilmu bukti. Di kajian filsafat, idealisme yang pokok dan pertama yaitu budi (mind), kesatuan, pikiran, dan penginderaan. Filsafat materialisme dianggap oleh Tan Malaka sebagai alam, benda, dan realitas nyata obyektif di sekitar sebagai sesuatu yang ada, yang pokok, serta yang pertama. Ini menjadi pemikiran fundamental Tan Malaka yang melandasi pergerakannya dengan melihat keadaan politik di Indonesia.
Sementara itu, Sukarno menjadi penggemar teori-teori dari Tan Malaka, begitu juga dengan semua tokoh pejuang pergerakan di awal kemerdekaan Indonesia. Soekarno mendasari orasi-orasi yang hebat dengan logika yang sama.
Tan Malaka dan Sukarno bisa dinobatkan sebagai negarawan yang berjuang dengan modelnya dan karakternya sendiri. Kedua negarawan ini melawan dengan caranya masing-masing. Keduanya juga pernah diasingkan, bahkan bagi Tan Malaka, penjara bisa saja disebut sebagai rumah kedua karena sudah terlalu seringnya ia tempati.
Akan tetapi, politik tetaplah politik. Banyak tragedi yang menggeliat dan terus-menerus terjadi. Tan Malaka dan Sukarno dikenang dengan cara yang berbeda juga. Sekarang, waktunya kita mengenang kembali perjuangan dua tokoh bangsa ini dalam sebuah buku yang sama dan menarik untuk dibaca yang berjudul “Soekarno dan Tan Malaka: Negarawan Sejati yang Pernah Diasingkan (2020)” karya Adji Nugroho dan Novi Fuji. (grmd)