theIndonesian – Kondisisi industri minyak dan gas bumi (migas) diprediksi diambang senja. Pasalnya, saat ini industri migas sedang bertransisi menuju energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Hal tersebut diungkapkan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, dikutip dari laman akun Instagram-nya @arcandra.tahar, Senin (29/4).
Dia menulis, “Penantang teknologi migas adalah renewable energy (RE) dan kendaraan Listrik (EV). Sebagian orang mulai percaya lagi bahwa masa keemasan industri migas akan segera berakhir.”
Di satu sisi, masih tulis Archandra, kebutuhan dunia akan migas saat ini masih tinggi. Berdasarkan catatannya, mengutip data Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC), hingga 2045 kebutuhan minyak mentah (crude) akan bertambah hingga 20 juta barel per hari (bph).
Penambahan tersebut dibandingkan dengan dengan kebutuhan minyak mentah pada 2020 yang mencapai 90,7 juta bph.
Archandra lalu menulis, “Sementara migrasi masyarakat dunia ke kendaraan listrik (EV) hanya akan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak sekitar enam juta bph pada 2040. Relatif kecil dibandingkan kenaikan konsumsi BBM dunia.”
Dia pun menilai kondisi tersebut harus dinilai secara hati-hati, sebab hal tersebut bisa mempengaruhi strategi jangka panjang sebuah negara dalam memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang.
Di satu sisi, lanjut Archandra, meskipun sejumlah perusahaan migas dunia seperti BP, Shell, ENI, Total, Repsol, dan Equinor saat ini sedang melakukan diversifikasi usaha menuju EBT, namun perusahaan tersebut belum sepenuhnya meninggalkan industri migas.
Archandra juga mencermati masih banyak perusahaan migas yang siap untuk melakukan eksplorasi sumber cadangan migas terbaru di berbagai lokasi di dunia.
Dia lalu mencontohkan apa yang terjadi pada 2020. Saat itu, perusahaan migas raksasa seperti Shell dan Total masing-masing memiliki luasan area konsesi migas hingga 500 ribu kilometer (km) persegi.
Belum lagi ENI dengan luasan 400 ribu km per segi, lalu ada BP dan Equinor dengan masing-masing seluas 200 ribu km persegi.
Tulis Archandra, “Sebagai bahan perbandingan, luas pulau Bali sekitar lima ribu km persegi. Jadi luas wilayah kerja BP sekitar 100 kali pulau Bali. Masih sangat besar bukan?”
Archandra juga menulis soal Reserves Replacement Ratio (RRR) Shell yang pada 2022 sebesar 120 persen.
Hal itu menjadi bukti bahwa penemuan cadangan pengganti berarti 20 persen lebih banyak dibanding yang diproduksi. “Shell masih surplus dari sisi cadangannya minyaknya,” jelas dia.\
The Indonesian