theIndonesian – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diprediksi akan membutuhkan kendaraan politik baru usah dia lengser nanti pada Oktober 2024. Kendaraan politik baru Jokowi tersebut oleh sejumlah pengamat bertujuan untuk mengamankan kepentingan Jokowi yang belum tuntas dilaksanakan pada dua periode kepemimpinannya.
Tujuan lain, kendaraan politik baru itu juga akan digunakan untuk melindungi karier politik anak-anak dan mantunya kelak. Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang mengatakan, setelah secara de facto Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, kini cawapres, keluar dari PDI Perjuangan, maka masa depannya di kancah politik menjadi tidak pasti.
“Jokowi akan menggunakan pengaruhnya agar mendorong putra sulungnya itu masuk dalam bursa calon ketua umum Partai Golkar. Jadi ke depan mungkin langkah politiknya bukan di dirinya sendiri, tapi anaknya yang perlu diproteksi supaya kerier ke depan jadi lebih baik,” kata dia, dikutip dari BBC News Indonesia, Rabu (20/3).
Ahmad Atang memberikan alasan kenapa Partai Golkar menjadi pilihan Jokowi. Alasan utama adalah karena hubungan antara Jokowi dengan PDI Perjuangan yang tidak kunjung membaik. Jokowi perlu partai besar untuk menandingi PDI Perjuangan.
Senada, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan komentar, Jokowi tetap membutuhkan kendaraan politik baru untuk membuat perjalanan politiknya menjadi lebih berarti.
“Terutama bagaimana mengamankan proyek raksasa nan ambisius Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. IKN Nusantara merupakan warisan terbesar Jokowi karena diklaim menjadi solusi atas ketimpangan pembangunan di Indonesia. Karena itulah pembangunan IKN dikebut, sehingga Jokowi ditargetkan siap berkantor di sana pada Juli 2024,” ucap Devi Darmawan.
Namun, masuknya Jokowi ke Partai Golkar, apalagi berambisi untuk menjadi ketua umum, bukan jalan yang mudah. Sebab, Partai Golkar memiliki banyak faksi serta sederet aturan internal yang cukup ketat.
Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono pernah berkata, Partai Golkar selalu terbuka bagi siapapun masuk ke dalam partai untuk mengabdi dan bekerja demi kebesaran partai. “Tapi semua ada mekanismenya.”
Di satu sisi, sama seperti kebiasaan Jokowi sebelumnya, di awal bilang A lalu bisa dikemudian hari berubah menjadi B, Jokowi pernah bilang soal rencananya setelah tidak lagi menjabat. Dia berkata akan kembali ke Kota Solo, Jawa Tengah, dan hidup sebagai rakyat biasa.
Pernyataan menjadi rakyat biasa itu dilontarkan Jokowi ke publik dua kali, yakni pada November 2022 dan Januari 2024. Jokowi juga pernah berkata ingin terlibat dalam kegiatan di sektor lingkungan. “Ya jadi rakyat biasa, hehehe… kembali, kembali ke mana? Ke Solo,” jawab Jokowi di hadapan wartawan akhir Januari silam.
Lalu, Anda masih percaya semua ucapan Jokowi tersebut, setelah kenyataaan yang terjadi dan menghebohkan jagat politik di Tanah Air terkait keputusan politik yang dilakukan oleh keluarga besar Jokowi? Mayoritas pengamat pun ragu akan pernyataan Jokowi tersebut.
Nicky Fahriza, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pun sepakat bila Partai Golkar akan menjadi ‘incaran’ Jokowi selanjutnya. “Hubungan Jokowi dengan Golkar belakangan ini harmonis, dan kalau berkaca pada kebijakan-kebijakan yang dilahirkan Jokowi yang pro pada pembangunan dan infrastruktur, maka secara ideologi lebih dekat ke Golkar,” kata dia.
Devi Darmawan kembali komentar, tidak mudah bagi orang luar seperti Jokowi menduduki posisi strategis di Partai Golkar. Partai tertua di Indonesia tersebut berisi banyak faksi dan elite politik yang berpengaruh di tingkat pusat dan daerah. “Golkar juga punya aturan internal yang mengatur bagaimana cara memilih ketua umum dan syarat-syarat bisa menjadi ketum.”
Dia kembali menegaskan, “Itu semua sudah terlembaga secara baik. Jadi tidak mudah bagi Jokowi menduduki posisi ketum Golkar, meskipun Jokowi bisa saja mengatakan saya punya tingkat popularitas lebih tinggi.”
Sekilas info. Menilik Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, diatur bahwa syarat menjadi ketua umum di antaranya, ialah pernah menjadi pengurus Partai Golkar di tingkat pusat atau organisasi pendiri atau yang didirikan Partai Golkar setidaknya satu periode dan didukung minimal 30 persen pemilik suara.
Syarat lain, aktif sebagai anggota Partai Golkar setidaknya lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain. Kemudian, calon ketua umum juga disyaratkan pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader Partai Golkar.
Devi tegaskan, “Aturan itu layaknya konstitusi yang mesti dijunjung tinggi. Mengubahnya pun nyaris mustahil karena harus menggelar musyawarah luar biasa. Agak tidak bijak kalau ada semacam jalan yang diberikan elite politik ke Jokowi untuk masuk. Meskipun bisa saja, mengingat situasi politik yang dinamis, bisa saja dalam satu malam orang luar menjadi ketua umum.”
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, pendukung pasangan Prabowo-Gibran garis keras, ikut komentar, nama Gibran Rakabuming Raka ikut mencuat dan turut berpeluang menjadi ketua umum.
Publik tahu, di internal partai, ada beberapa nama yang muncul untuk menjadi pengganti Airlangga Hartarto. Sebut saja Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Pendapat lain dari Nicky Fahriza, dari ketiga kandidat internal itu memang tidak ada figur populer dan bisa menyatukan faksi-faksi di dalam partai. Maka, di sinilah peluang Jokowi untuk masuk.
“Seandainya ada kebutuhan figur yang populer dan menyatukan, bisa jadi Jokowi masuk mengambil kesempatan itu. Jadi yang harus digaris bawahi adalah apakah Partai Golkar membutuhkan figur yang kuat untuk menggantikan Airlangga?” ucap dia.
Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan, Jokowi atau Gibran bisa bergabung menjadi kader Partai Golkar, tapi belum tentu menjadi ketua umum. Penegasan pria yang biasa disapa Ical tersebut, Partai Golkar punya AD/ART yang mengatur syarat jadi ketua umum.
“Tapi ada jalan lain bagi Jokowi dan Gibran untuk menduduki kursi tertinggi di partai, yakni jika kader Partai Golkar di semua provinsi menginginkan Jokowi atau Gibran menjadi ketua umum, atau dengan mengubah aturan AD/ART di internal partai,” ungkap Ical.
Dia menambahkan, perubahan AD/ART mungkin saja dilakukan asalkan harus mendapat persetujuan dari pengurus Partai Golkar dari semua provinsi di Indonesia. “Namanya juga organisasi, semua ada aturan dan mekanismenya,” ucap Ical.
Seperti diketahui, rencana pemilihan ketua umum Partai Golkar akan berlangsung pada Musyawarah Nasional yang akan dilakukan pada Desember 2024. Usulan agar Jokowi menggantikan Airlangga Hartarto sudah dilontarkan kalangan internal partai, salah satunya anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan HIsjam.
Terpisah, Ketua Badan Pemenangan Pilpres Pro Jokowi (Projo) Panel Barus ikut bilang, hingga saat ini belum ada pembicaraan dengan Presiden Jokowi mengenai langkah politiknya ke depan.
“Kalaupun akhirnya Pak Jokowi berlabuh ke partai lain, pasti akan didiskusikan dengan Projo. Sebab keputusan itu akan berdampak pada kelompok relawan. Pasti akan ngobrol, kami akan tanya, kami minta arahan. Apa arahan politik bapak untuk Projo? Saya pribadi melihatnya itu pilihan Pak Jokowi. Tugas Projo mengawal pemerintahan Jokowi dari awal sampai akhir dan sukses,” kata dia.
Namun, Ahmad Atang kembali menegaskan, akan lebih elegan jika Jokowi mengakhiri kepemimpinannya dengan tidak lagi cawe-cawe ke partai politik manapun. Pasalnya, dua periode menjabat sebagai presiden merupakan puncak karier yang berharga.
Devi Darmawan pun sepakat kata Atang. Ia berharap Jokowi meniru apa yang dilakukan mantan presiden AS, Barack Obama, yang menjadi orang biasa setelah lengser. “Obama setelah lengser tidak lagi terlibat di tata kelola pemerintahan. Tapi menjadi pengamat dan memberikan pendapat serta mengarahkan sebagai orang yang tidak lagi menjadi bagian praktisi politik,” ujar Devi.
Devi kembali komentar, “Kita harap Jokowi bisa memberikan masukan positif dalam tata kelola pemerintahan secara baik, bukan jadi bagian praktisi politik yang masih hendak menggolkan kepentingan tertentu. Jokowi juga tidak perlu takut akan diserang oleh lawan politiknya ketika sudah tidak menjabat. Itu ketakutan yang tidak perlu.”
Ucapan yang lebih tegas dilontarkan peneliti senior pusat riset politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, ia amat menyayangkan jika Partai Golkar nantinya tidak mempertahankan kadernya dan tradisi demokrasi dalam pergantian kepemimpinan.
“Kalau misalnya elite Partai Golkar ternyata memilih memberi jalan bagi pihak lain masuk dengan dalih supaya tetap berada pada lingkaran kekuasaan, dan kalangan internal Partai Golkar tidak bersikap dan mempertahankan nilai-nilai dan tradisi yang selama ini mereka anut, dikhawatirkan berdampak buruk terhadap partai dan para kadernya,” kata dia dilansir dari Kompas.
Firman Noor tegaskan, “Publik sudah berkali-kali dikecewakan dengan praktik politik politisi kita. Tinggal menunggu apa lagi yang mau dirusak. Sekarang, itu jadi pilihan Partai Golkar, apakah mau dirusak juga atau tidak,” ujar Firman.
Namun, apakah semua harapan para pengamat tersebut bisa terealisasi agar Jokowi tidak cawe-cawe lagi? Rasanya tidak mungkin, jika melihat rekam jejak Jokowi sejauh ini. Lalu, apakah seluruh kader Partai Golkar juga akan diam dan manut saja melihat polah Jokowi terhadap partai warisan orde baru tersebut. Ternyata, ambisi kekuasaan lebih mendominasi dibandingkan norma dan etika yang berlaku.
The Indonesian | BBC News Indonesia