theIndonesian – BHP Group Ltd, korporasi pertambangan terbesar di dunia, telah memberhentikan sekitar seperempat pekerja yang membangun proyek nikel dan tembaga West Musgrave di Australia Barat, menurut laporan dari Australian Financial Review (AFR).
Dilansir dari Bloomberg Technoz, Senin (18/3), tenaga kerja di proyek senilai A$1,7 miliar ini telah dikurangi dari sekitar 400 menjadi 300 orang, AFR melaporkan, tanpa menyebutkan dari mana mereka mendapatkan informasi tersebut.
Seorang juru bicara perusahaan mengatakan, keluarnya beberapa pekerja tidak berarti seluruh proyek, yang diakuisisi dari OZ Minerals Ltd tahun lalu, telah dibatalkan, kata AFR. Pada Februari, BHP mengalami penurunan nilai sebesar USD 2,5 miliar pada nilai aset nikel Australia setelah lonjakan pasokan logam baterai menyeret turun harga komoditas tersebut.
Manajemen BHP juga mengatakan akan menutup konsentrator Kambalda, yang memproses bijih, dan dapat menghentikan aset nikel Australia lainnya setelah dilakukan peninjauan. Sekedar info, harga nikel telah turun 40 persen sejak awal 2023 di London Metal Exchange (LME).
Sementara di Tanah Air, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia memiliki sekitar dua juta hektare (ha) lahan cadangan nikel. Dari total tersebut, baru 800 ribu lahan telah dimanfaatkan atau dieksplorasi, sedangkan sisanya 1,2 juta ha masih belum termanfaatkan.
Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Rita Susilawati bilang belum lama ini, “Total sumber daya nikel RI yang belum dieksplorasi saat ini mencapai 17,3 miliar ton bijih dan 174,2 juta ton logam.”
Kemudian, total cadangan pastinya mencapai 5,02 miliar ton bijih dan 55,06 juta ton logam. Total cadangan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki cadangan terbesar di dunia dengan porsi 23 persen dari total cadangan global.
Potensi tersebut pun menjadi magnet bagi investor yang berdatangan ingin menambang hingga membangun pabrik pemurnian dan pengolahan atau smelter, sejalan dengan dengan program penghiliran industri tambang dari pemerintah.
Sejak saat itu pula, Cina mendominasi investasi dalam sektor industri nikel dari hulu ke hilir di Tanah Air. Ini terbukti dengan hadirnya berbagai kawasan industri nikel yang mayoritas berlokasi di wilayah Timur RI.
Kawasan industri nikel terintegrasi terbesar di Indonesia adalah Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang belokasi di Sulawesi Tengah. IMIP merupakan perusahaan patungan antara Tsingshan Steel Holding asal China dan perusahaan lokal PT Bintang Delapan Mineral.
Penataan IMIP terintegrasi dari hulu dengan pabrik produk derivatif utama yang berbasis nikel, seperti baja nirkarat hingga baja karbon. IMIP juga menjadi sebuah kawasan kerja sama ekonomi dan perdagangan luar negeri Cina.
Pemegang saham IMIP didominasi oleh Shanghai Decent Investment Group dengan porsi 49,69 persen, PT Sulawesi Mining Investment (SMI) 25 persen, dan PT Bintang Delapan Investama 25,31 persen.
Sejak awal mula proyek industri nikel ini, nilai investasi di kawasan ini telah mencapai USD $7,1 miliar, dan di sana, terdapat setidaknya 11 smelter nikel dengan kapasitas 40 line. Menyitir data Auriga Nusantara, terdapat setidaknya sembilan perusahaan lain juga yang juga berasal dari Cina di IMIP, baik yang mengoperasikan pabrik pengolahan atau smelter maupun pembuatan baja nirkarat dan juga bahan baku baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Perusahaan itu aantara lain, PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry (GCNS), Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Tsingshan Steel Indonesia (TSI), Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy (IRNC), PT Dexin Steel Indonesia (DSI); Hengjaya Nickel Industry (HNI), Ranger Nickel Industry (RNI), Huayue Nickel & Cobalt (HYNC), PT Gunbuster Nickel Industry, dan Qing Mei Bang New Energy Materials Indonesia (QMB).
Mirip dengan IMIP, kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) juga merupakan taman industrial terintegrasi berbasis komoditas nikel. Berlokasi di Maluku Utara, Weda Bay juga didominasi oleh investor Cina.
Masih dilansir dari Bloomberg Technoz, melalui PT Weda Bay Nickel, IWIP dioperasikan oleh Thingshan Group yang memiliki porsi 51,2 persen saham, Eramet (asal Prancis) 37,8 persen, dan sisanya di miliki oleh perusahaan pelat merah Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan porsi 10 persen.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kawasan industri ini menelan total investasi mencapai USD 10 miliar. Sejak mula beroperasi pada 2018, setidaknya terdapat 43 total perusahaan dengan izin luas konsesi sekitar 181 ribu hektare (ha) untuk penambangan nikel.
Lalu, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), perusahaan asal Cina yang bergerak di bidang smelter nikel yang terletak di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Didirikan pada 2014, perusahaan industri nikel ini merupakan anak usaha Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd, yang berpusat di Cina, dan juga merupakan perusahaan terkemuka dalam bidang pengolahan nikel.
Perusahaan milik investor asal Cina itu mulai beroperasi di Morosi 2014 dan memulai membangun smelter sejak 2017 dengan luas lahan 2.253 ha dengan investasi mencapai USD 6 miliar. Data Kementerian ESDM mencatat, setidaknya ada 116 proyek smelter nikel di Indonesia hingga 2023.
Secara rinci, 47 di antaranya telah beroperasi, 38 dalam perencanaan, dan 31 lainnya sedang dalam tahap konstruksi. Seluruh smelter itu diperkirakan membutuhkan pasokan bijih nikel hingga 526,5 juta ton per tahun.
The Indonesian | Bloomberg Technoz