theIndonesian – Realitas politik, pengakuan dan pelaksanaan demokrasi di suatu negara tidak akan banyak berarti jika pemerintah yang ada berjalan tanpa pengimbang atau tanpa kontrol yang efektif dari oposisi.
Pemerintah demikian sesungguhnya lebih dekat dengan sebentuk pemerintahan oligarkis atau otoriter ketimbang pemerintahan demokratis. Indonesia, sebagai sebuah negara yang mengakui demokrasi, hingga kini belum dapat dikatakan sebagai negara yang berhasil dalam menumbuhkan oposisi yang kuat.
Kajian sejumlah Indonesianis beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa praktik oligarki di Indonesia masih menampakkan gelagatnya dan terus berjalan meski kehidupan politik Indonesia diyakini telah jauh lebih demokratis.
Amatan para pemerhati politik Indonesia kontemporer itu pada umumnya mengisyaratkan sebuah paradoks bahwa Indonesia adalah contoh par excellent dari fenomena ketika mekanisme demokrasi dan eksistensi oligarki atau elitism dapat saling mengisi atau hidup berdampingan pada saat bersamaan.
Sementara itu, khusus dalam soal hubungan eksekutif dan legislatif, pola yang terbangun juga belum menunjukkan sebentuk demokrasi yang solid. Pola hubungan yang terjadi justru mengindikasikan kecenderungan relasi kartel politik.
Oposisi dalam dunia politik berarti partai penentang. Opposition lazim diterjemahkan menjadi oposisi. Kata itu berasal dari bahasa Latin oppōnere, yang berarti menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat oposisi itu bervariasi. Nilainya antara kepentingan bersama sampai pada kepentingan pribadi atau kelompok.
***
Publik saat ini masih terus menanti, apakah pascapilpres 2024, jika pasangan Prabowo-Gibran resmi menjadi pemenang pilpres, maka PDI Perjuangan akan menjadi partai oposisi bagi pemerintahan baru tersebut?
Berdasarkan hasil real count Pemilu 2024 yang dirilis KPU hingga Minggu (25/2) pukul 14.00 WIB, jumlah suara masuk mencapai 64,02% atau merupakan hasil 527.055 dari 823.236 tempat pemungutan suara (TPS) di 38 provinsi.
Hasilnya, PDI Perjuangan memang masih menjadi jawara dalam perolehan suara pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Partai ‘Marhaen’ itu meraih 16,41% suara untuk hasil real count Pemilu 2024 yang dirilis KPU di laman resmi.
Namun, perolehan suara ‘Partai Banteng’ ini menurun dibandingkan hasil Pemilu 2019. Pasalnya, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini meraih 19,91% suara pada saat itu.
Sementara terkait pemilihan presiden (pilpres), berdasarkan hasil real count terkini yang dikutip dari KPU, hingga Senin (26/2) pukul 07:00 WIB, 77,06% dari 823.236 data TPS telah tertampung masuk dan suara Prabowo-Gibran semakin jauh meninggalkan dua pasangan calon lain.
Prabowo-Gibran tercatat mengumpulkan 74.539.782 suara atau 58,84%. Anies-Cak Imin sebanyak 30.939.995 atau 24,43%, sedangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD 21.192.027 atau 16,73%.
Jika melihat kondisi tersebut, kita bisa menyimpulkan sementara bahwa PDI Perjuangan akan menjadi partai pemenang pada 2024 namun mengalami kekalahan dalam pilpres 2024.
***
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul mengatakan, pihaknya optimistis PDI Perjuangan akan menjadi oposisi pemerintahan pasca-Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser.
Penjelasan dia, renggangnya hubungan PDIP dan Jokowi jadi salah satu faktor penentu. Penegasan Adib, PDI Perjuangan secara terang-terangan menentang sikap Jokowi yang dalam gelaran Pilpres 2024 ini cenderung memihak kepada salah satu paslon.
“Meskipun Jokowi tak pernah menyatakan secara eksplisit, tetapi gerak-gerik Jokowi menunjukkan keberpihakannya ke Prabowo-Gibran,” kata dia, dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (26/2).
Adib melanjutkan, “PDI Perjuangan yang secara tidak langsung menjadi aktor utama yang mempelopori bagaimana mereka memilih berseberangan dengan Jokowi. Terbukti bahwa sampai hari ini kan dia sebagai sponsor utama untuk hak angket.”
Komentar Adib, dalam beberapa kesempatan, para elite PDI Perjuangan pun telah menunjukkan kesiapan mereka menjadi oposisi di pemerintahan selanjutnya.
Dilansir dari Tempo.co, Senin (19/2), pengamat politik dan Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam berkata, jika PDI Perjuangan menjadi pihak oposisi akan menegaskan partai tersebut memiliki muruah politik.
“Sebab jika bergabung di pemerintah, tentu akan muncul anggapan PDIP pragmatis dan tak ideologis mengingat Prabowo-Gibran lawan dalam Pilpres,” kata dia.
Dosen Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arga Pribadi Imawan pun berceloteh, kalau memang sudah ada indikasi Jokowi mendukung Prabowo, maka seharusnya PDI Perjuangan langsung keluarkan Jokowi. “Cut saja, tidak masalah Jokowi Effect atau apa. Bangun lagi citra PDI Perjuangan yang benar-benar baru,” kata Arga.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti menilai, langkah PDI Perjuangan memilih jalur oposisi cukup bisa dimaklumi, karena luka politik PDI Perjuangan cukup mendalam.
“Karena dengan kekuatan politik PDI Perjuangan yang sesungguhnya terbesar saat ini, tetapi mengalami kekalahan dalam pilpres akibat dukungan politik Jokowi yang meski tidak terang-terangan mengarah pada Prabowo dan tentu anaknya, Gibran,” kata Puput – sapaan Aisah Putri Budiarti, dikutip dari BBC.com, Jumat (16/2).
Masih mengutip dari BBC.com, peneliti politik dari Populi Center Usep Syaiful Akhyar menegaskan, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Oleh karena itu, diperlukan kelompok oposisi dari partai politik apa yang ia sebut sebagai ‘penyeimbang’ dalam roda pemerintahan.
“Seperti saat ini, kritik yang terjadi hanya dilakukan oleh masyarakat sipil saja. Dan hampir semua (partai politik) berkoalisi dengan pemerintahan, sehingga kritik-kritik itu seperti tidak terdengar,” kata Usep.
Senada, pengamat politik Rocky Gerung menyebutkan bahwa sudah semestinyab PDI Perjuangan mengambil posisi sebagai oposisi yang radikal dengan cara memakzulkan Joko Widodo dari jabatan presiden.
Pernyataan itu ditegaskan Rocky Gerung dalam tayangan program Rosi di Kompas TV, Kamis (15/2), dilansir dari Kompas.tv, Jumat (16/2). Bahkan, menurut Rocky, PDI Perjuangan jangan sampai menunggu jabatan Jokowi sebagai presiden berakhir pada 20 Oktober 2024, jika memang ingin membuktikan sebagai oposisi.
“Kalau memang (PDI Perjuangan) ada niat untuk beroposisi, lakukan sesuatu yang radikal dari awal. PDI Perjuangan beroposisi pada Jokowi bukan karena programnya berbeda, orang programnya sama. Jadi apa yang mesti dilakukan oleh PDI Perjuangan sebagai benchmark (tolak ukur, red) untuk oposisi, makzulkan Jokowi. Itu dasarnya,” tegas dia.
Rocky berpendapat, masyarakat mesti mengetahui secara jelas alasan PDI Perjuangan mengambil langkah oposisi setelah Pilpres 2024, bukan hanya karena elektoral tapi juga moral.
“Orang mau ingat, kenapa PDI Perjuangan mengambil posisi oposisi, karena ada pengkhianatan di situ. Dasar dari oposisi PDI Perjuangan karena ada pengkhianatan. Ucapkan sesuatu supaya publik mengerti kemarahan PDI Perjuangan itu bukan sekedar kemarahan elektoral tapi moral.”
***
Perlu diketahui, sebelumnya PDI Perjuangan telah menjadi oposisi selama 10 tahun, tepatnya sepanjang 2004-2014. Saat itu, dalam dua periode pemerintahan tersebut, lembaga eksekutif dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang berasal dari Partai Demokrat.
Sekelumit cerita, pada Pemilu 2004, PDI Perjuangan mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden yang harus menelan kekalahan pada periode tersebut. Meski demikian, PDI-P mampu memperoleh suara yang cukup besar di peringkat kedua mencapai 19,82%.
Lalu pada Pemilu 2009. SBY kembali memenangkan pilpres dan melanjutkan periode keduanya. PDI Perjuangan kali ini hanya mampu memperoleh 16,79% suara di bawah Partai Demokrat yang mencapai 26,42%. Meski demikian, PDI Perjuangan tetap konsisten menjadi oposisi dari pemerintahan SBY.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berkomentar, partainya siap untuk berperan sebagai oposisi, baik dalam pemerintahan maupun di parlemen pada masa pemerintahan selanjutnya.
Kata Hasto, partainya akan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi check and balance. Hasto lalu sedikit bercerita soal peran PDI Perjuangan ketika menjadi oposisi pada 2004 hingga 2009.
“Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Rabu (14/2).
Hasto mencermati situasi Indonesia saat ini dan ke depannya. Menurutnya, Indonesia sedang menghadapi dua kondisi yang berbeda. Pertama, ada pihak yang ingin mewujudkan demokrasi untuk menjaga kedaulatan rakyat, dengan syarat tanpa adanya intervensi.
Sementara itu, kondisi lainnya adalah ada pihak yang berkeinginan untuk memusatkan kekuasaan. Hasto menyoroti kondisi kedua ini sebagai upaya ambisi dari pihak yang mencoba untuk memanipulasi hukum melalui Mahkamah Konstitusi.
Hasto menegaskan bahwa ke depannya akan selalu ada dinamika dalam dunia politik, dan sebagai pihak oposisi, mereka memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada rakyat tentang perkembangan yang terjadi.
Ditanya soal wacana PDI Perjuangan bakal menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka, Presiden Joko Widodo hanya berkata singkat, “Ya ditanyakan saja pada beliau-beliau yang ada di PDI Perjuangan,” kata dia, usai meresmikan Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara Panglima Besar Soedirman dan 20 RS TNI di Bintaro, Jakarta Selatan, DKI Jakarta, dikutip Minggu (25/2).
Politisi PDI Perjuangan yang juga menjabat sebagai wakil ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) Ganjar-Mahfud, Adian Napitupulu, pernah mengungkapkan, Presiden Jokowi dan keluarganya sudah mengkhianati PDI Perjuangan di Pilpres 2024.
Menurut dia, pengkhianatan Jokowi bermula dari disebabkannya PDI Perjuangan tidak mengabulkan permintaan untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
“Ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kami tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kami tidak bisa setujui,” kata Adian, Rabu (25/10/2023).
Melihat semua realita yang ada saat ini, jika benar pasangan Prabowo-Gibran terpilih, maka publik menanti sikap PDI Perjuangan untuk benar-benar menjadi partai oposisi di pemerintahan mendatang. Kita tunggu bersama.
(TheIndonesian)