theIndonesian – Publik selama ini kerap selalu disuguhkan berita-berita positif tentang keberhasilan PT Pertamina (Persero), terutama terkait perannya sebagai salah satu penyumbang deviden terbesar kepada republik ini.
Sekedar catatan, berdasarkan laporan tahunan (annual report) 2022 yang kutip TheIndonesian.id dari situs resmi perseroan, BUMN yang kini masih dinakhodai oleh Nicke Widyawati tersebut mengklaim, pada 2022, Pertamina memberikan total kontribusi melalui setoran pada penerimaan negara dengan total mencapai Rp465,77 triliun, meningkat 74% dari 2021 sebesar Rp265,03 triliun.
Rinciannya, pembayaran pajak sebanyak Rp219,06 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp84,79 triliun,serta dividen dan signature bonus sebesar Rp3,31 triliun. Pembayaran pajak Pertamina terdiri atas PPh potong/pungut, pajak dibayar dimuka, PPN keluaran, kustom/bea masuk, dan pajak daerah.
Namun, dari keberhasilan tersebut, apakah publik tahu berapa beban utang (liabilitas) perseroan saat ini?
Berdasarkan data laporan keuangan konsolidasian per 31 Desember 2022, Pertamina memiliki beban utang mencapai USD 50.595.744.000 atau setara Rp 788,89 triliun berdasarkan kurs dolar AS terhadap rupiah sebesar Rp 15.592—nilai kurs rupiah terhadap dolar AS pada akhir tahun 2022.
Utang tersebut terdiri atas utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Rinciannya, utang jangka pendek sebesar USD 21.202.270.000 (Rp 330,59 triliun) dan utang jangka Panjang USD 29.393.474.000 (Rp 458,30 triliun).
Utang jangka pendek tersebut terdiri atas pinjaman jangka pendek, utang usaha, utang pemerintah, utang pajak, beban akrual, utang bank, utang sewa, utang obligasi, dan utang lain-lain.
Sementara untuk utang jangka panjang perseroan terdiri atas utang pemerintah, utang bank, utang sewa, utang obligasi, liabilitas imbalan kerja karyawan, provisi pembongkaran dan restorasi, pendapatan tangguhan dikurangi bagian lancer, dan liabilitas jangka panjang lain-lain.
Utang jumbo pada 2022 tersebut mengalami peningkatan dibanding catatan per 31 Desember 2021. Pada tahun tersebut, Perseroan ‘hanya’ memiliki utang sebesar USD 44.723.165.000 (Rp 697,32 triliun), terdiri atas utang jangka pendek USD 15.890.014.000 (Rp 247,76 triliun) dan utang jangka panjang USD 28.833.151.000 (Rp 449,57 triliun).
Berarti, dalam kurun satu tahun, Pertamina mengalami lonjakan utang mencapai USD 5.872.579.000 (Rp 91,57 triliun). Tenang saja. Melonjaknya utang Pertamina tersebut ternyata juga membuat aset perseroan meningkat pula.
Akhir 2022, total aset Pertamina mencapai USD 87.810.999.000 (Rp 1.369,15 triliun). Rinciannya, aset tidak lancar USD 50.080.341.000 (Rp 780,85 triliun) dan aset lancar USD 37.730.658.000 (Rp 588,30 triliun).
Pada akhir 2021, total aset Pertamina mencapai USD 78.050.746.000 (Rp 1.216,97 triliun) terdiri atas aset tidak lancar USD 49.333.591.000 (Rp 769,21 triliun) dan aset lancar USD 28.717.155.000 (Rp 447,76 triliun). Berarti terjadi kenaikan aset mencapai USD 9.760.253.000 (Rp 152,18 triliun).
***
Nicke Widyawati, selaku direktur utama Pertamina, dalam laporan tahunannya menyebutkan, konflik geopolitik telah membuat ekonomi global kembali mengalami pelemahan pada 2022. Ancaman resesi kembali menguat seiring dengan melonjaknya laju inflasi, peningkatan suku bunga dan disrupsi rantai pasok global.
Dia juga menyatakan, harga komoditas energi juga mengalami lonjakan yang cukup tinggi karena kurangnya pasokan akibat perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan. Komentar Nicke, di tengah kondisi tersebut, Pertamina telah menetapkan 22 inisiatif strategis berdasarkan lima program prioritas pembangunan Kementerian BUMN untuk mengejar aspirasi perusahaan sebagai World Class National Energy Champion dengan enterprise value USD 100 miliar pada 2024.
Inisiatif strategis tersebut di antaranya, nilai ekonomi dan sosial untuk Indonesia, inovasi model bisnis, kepemimpinan teknologi, peningkatan investasi, dan peningkatan bakat. Dia melanjutkan, pada 2022, di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, Pertamina berhasil membukukan peningkatan kinerja yang baik. Versi Nicke, kinerja operasional dan keuangan perseroan secara umum lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja Perseroan selama 2022 tidak terlepas dari kontribusi dan pencapaian kinerja subholding. Misalnya, Subholding Upstream merealisasikan produksi migas sebanyak 967 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD), meningkat 8% dari tahun sebelumnya sebanyak 897 setara minyak per hari (MBOEPD), dengan tambahan cadangan terbukti sebesar 486 setara minyak per hari (MMBOE).
Kemudian, Subholding Refining and Petrochemical tercatat total volume pengolahan minyak mentah, gas, dan intermedia mencapai 333,06 juta barel (MMBBL)–(2021 : 314,32 MMBBL), produksi bahan bakar mencapai 261,35 MMBBL (2021 : 256,04 MMBBL), produksi nonbahan bakar mencapai 30,30 MMBBL (2021 : 29,64 MMBBL), serta produk lain mencapai 22,21 MMBL (2021 : 10,55 MMBL).
Lalu pada Subholding Commercial & Trading tercatat realisasi volume penjualan bahan bakar minyak (BBM) mencapai 79 juta kiloliter (KL) (2021 : 75 juta KL) dan realisasi volume penjualan non-BBM mencapai 19 juta KL (2021 : 18 juta KL).
Berikutnya, Subholding Gas tercatat realisasi volume penjualan gas pada 2022 mencapai 327.029 billion bristh thermal unit per day (BBTU)–(2021 : 317.975 BBTU) dan realisasi volume transportasi gas mencapai 492.554 juta standar kaki kubik per hari (MMSCF)–(2021 : 493.326 MMSCF).
Sedangkan pada Subholding Power & NRE tercatat realisasi volume produksi listrik PLTS tahun 2022 mencapai 12,55 gigawatt per jam (GWh)–(2021 : 6,76 GWh), produksi listrik dari PLTBg mencapai 16,67 GWh (2021 : 18,89 GWh), dan produksi uap dan listrik dari panas bumi (PLTP) mencapai 4.629,59 GWh (2021 : 4.660,48 GWh).
Pencapaian ini, imbuh Nicke, kian menumbuhkan keyakinan perseroan untuk terus mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), guna memenuhi target bauran energi sebesar 28% pada tahun 2030. Sementara itu, pada Subholding Integrated Marine Logistics tercatat jumlah muatan minyak mentah yang diangkut mencapai 59,5 juta barel minyak (BBLs).
“Kinerja keuangan perseroan juga menunjukkan tren peningkatan yang baik. Sepanjang 2022, perseroan membukukan pendapatan usaha sebesar USD 84,89 miliar, atau 145% dari RKAP sebesar USD 58,53 miliar, dan tumbuh USD 27,38 miliar atau 48% dari tahun 2021 yang mencapai USD 57,51 miliar,” lapor Nicke.
Sementara terkait perolehan laba bersih pada tahun buku 2022, jumlahnya mencapai USD 3,81 miliar, atau 313% dari RKAP sebesar USD 1,22 miliar, dan tumbuh USD 1,76 miliar, atau 86% dari 2021 yang mencapai USD 2,05 miliar. Lalu, EBITDA perseroan pada 2022 pun meningkat menjadi USD 13,59 miliar dari USD 9,26 miliar pada 2021.
(TheIndonesian)