theIndonesian – Rupiah terus terperosok. Perdagangan hari ini, terutama di pasar spot, menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah tajam. Rupiah di pasar spot, Selasa (16/4) sekira pukul 09:18 WIB terus turun hingga 2,23 persen, dibandingkan penutupan perdagangan sebelum libur panjang Idulfitri.
Edi Susianto yang menjabat sebagai kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, dilansir dari Bloomberg Technoz, menjelaskan, terdapat perkembangan di global selama periode libur Lebaran 2024.
Perkembangan tersebut di antaranya adalah rilis data fundamental AS makin menunjukkan bahwa ekonomi di negara tersebut masih cukup kuat, seperti data inflasi dan penjualan ritel yang di atas ekspektasi pasar.
Dia bilang, “Selain itu terdapat memanasnya konflik di Timur Tengah, khususnya konflik Iran dan Israel. Perkembangan tersebut menyebabkan makin kuatnya sentimen risk off atau penghindaran risiko dari pasar keuangan.”
Edi kembali komentar, “Mata uang negara-negara berkembang, khususnya Asia punmengalami pelemahan terhadap dolar AS. DXY (indeks pasar uang) selama periode libur Lebaran menguat sangat signifikan yaitu dari 104 menjadi di atas 106, bahkan per pagi ini sudah mencapai angka 106,3.”
Edi lebih mencermati kondisi global dibandingkan yang terjadi di dalam negeri, khusunya Indonesia. Masih keterangan dia, selama libur lebaran, pasar Non-deliverable forward (NDF) atau kontrak derivatis valuta asing rupiah di offshore sudah tembus di atas Rp 16.000, tepatnya Rp 16.100, sehingga rupiah dibuka di sekitar angka tersebut.
Sekilas info, rupiah juga berada di posisi terlemah sejak April 2020 atau empat tahun terakhir. Wei Liang Chang, Macro Strategist di DBS Bank Ltd, dikutip dari Bloomberg News, menambahkan bahwa pelemahan rupiah akan lebih disebabkan oleh tren depresiasi mata uang regional ketimbang faktor domestik.
Perlu diketahui, keperkasaan dolar AS ditopang oleh rilis data ekonomi terbaru. US Census Bureau mengumumkan penjualan ritel di Negeri Paman Sam naik 0,7 persen pada Maret dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jauh di atas ekspektasi pasar dengan perkiraan pertumbuhan 0,3 persen.
Kemudian, perkembangan ini membuat pelaku pasar makin skeptis bahwa Bank Sentral Federal Reserve bisa menurunkan suku bunga secara agresif. Kini, pasar memperkirakan Federal Funds Rate mungkin hanya bisa turun sekali tahun ini, hanya 25 basis poin (bps).
Akibatnya, dolar AS terus semakin perkasa. Lalu, sampai kapan rupiah akan terus melemah?
The Indonesian | Bloomberg Technoz | Bloomberg News