theIndonesian – Pulau Fau berlokasi di Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Pulau itu hanya berjarak sekitar 456 meter dari Pulau Gebe. Sejak 1970-an, Pulau Gebe sebelumnya telah menjadi area konsesi pertambangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Pulau Fau yang memiliki luasan sekitar 900 hektare (ha) atau sembilan kilometer tersebut telah dikeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya sejak 2012. Luasan tersebut hampir setengahnya masuk ke dalam izin konsesi tambang.
Sejumlah elemen masyarakat di Pulau Fau sangat khawatir dan telah melakukan protes, meskipun aktivitas penambangan belum dilakukan. Perlu diketahui, IUP tersebut terbit atas nama PT Aneka Niaga Prima (ANP) yang diterbitkan melalui SK Bupati Nomor 540/KEP/336/2012. Adanya penambangan di Pulau Fau disinyalir akan menyebabkan kerusakan di pulau tersebut.
Sekedar info, IUP itu dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah yang kala itu diteken oleh Bupati M Al Yasin Ali, yang saat ini menjabat sebagai Plt Gubernur Maluku Utara. Padahal, Pulau Fau masuk kategori pulau kecil sesuai Undang-undang No.1/2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pesisir.
Pasal 23 ayat (1) Bab V Bagian Kedua UU itu menjelaskan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.
Sementara ayat (2) menyebutkan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan, a. konservasi; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. budidaya laut; e. pariwisata; f. usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g. pertanian organik; dan/atau h. peternakan. Tidak ada ayat menyebutkan diperbolehkan untuk pertambangan.
Di satu sisi, berdasarkan data Kementerian ESDM melalui Minerba One Map Indonesia, IUP yang statusnya operasi produksi ini memiliki luasan konsesi mencapai 459,66 ha. Artinya sudah setengah lebih Pulau Fau ini dikuasai dan akan ditambang dengan izin yang berlaku hingga 24 Desember 2032.
Hal ini memantik reaksi sejumlah pihak di Gebe, Halmahera Tengah. Mereka khawatir ancamannya sangat serius. Pulau Fau bagi mereka memiliki peran sebagai benteng perlindungan ekosistem dan biota laut yang dilindungi dan terpelihara sejak dulu.
Selain sebagai pelindung ekosistem dan biota laut, karena berada tepat di depan pelabuhan perikanan dan pelabuhan fery di Pulau Gebe, juga menjadi perisai arus dan gelombang yang terkadang tinggi di laut Pulau Gebe.
Ahmad Ahlada, koordinator Forum Alumni SMA Gebe Lintas Angkatan, dilansir dari Mongabay, Senin (1/4), mewakili warga Gebe bersama para alumni menyatakan menolak IUP PT ANP untuk menambang di Pulau Fau.
Dia dengan tegas bilang, “Dari dulu semua pihak di Gebe tidak setuju Pulau Fau dieksploitasi. Dengan segala hormat IUP ini harus di cabut.”
Senada, Haris Bawan yang juga berasal dari Forum Alumni menyampaikan bahwa Pulau Fau melindungi ekosistem dan perkampungan di selatan Pulau Gebe, seperti Kapalo, Desa Kacepi dan Yam.
Haris komentar, “Jika Pulau Fau dieksploitasi, semua biota laut dan ekosistem yang tersisa akan rusak. Begitu juga keindahan Pulau Fau akan hilang. Karena masalah ini kami seluruh alumni lintas angkatan, meminta IUP ini dicabut.”
Pulau Fau diketahui juga menjadi pelindung Pulau Gebe saat musim angin utara atau warga Gebe menyebutnya moro sawi. Biasanya saat musim moro sawi yang datang awal Agustus sampai November, para nelayan Pulau Gebe berlindung di Pulau Fau. Jika perusahaan mengeksploitasi maka, masyarakat Pulau Gebe akan kehilangan tempat berlindung saat memancing.
“Fau bukan hanya daratan yang melindungi Pulau Gebe. Di sana banyak tempat keramat yang sering diziarahi tetua Pulau Gebe,” ungkap Haris.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Forum Studi Halmahera (Foshal) Julfikar Sangaji menjelaskan, penambangan di pulau kecil tidak boleh dilakukan. Hal ini bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Dia berkata, “IUP itu menabrak aturan yang tertuang dalam Undang-undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) terkait larangan aktivitas pertambangan mineral yang terkandung dalam Pasal 35 huruf K.”
Julfikar kembali komentar, “Izin penambangan nikel di atas Pulau Fau, Kepulauan Gebe, Halmahera perlu dibatalkan. Alasannya jelas selain fungsi layanan alam juga sebagai benteng warga sekitar. Pulau Fau luasannya di bawah 2.000 km persegi. Pemerintah harus mencabut izin usaha pertambangan nikel di atasnya.”
Dia berucap, jika ada penambangan di Pulau Fau akan menambah deretan kerusakan lingkungan pulau kecil di Maluku Utara. Sebelumnya, Pulau Gebe yang berdekatan dengan pulau ini, telah dikeruk sumber dayanya selama 40 tahun lebih sejak 1970-an .
Penegasan Julfikar, “Pulau Gebe jadi contoh bagaimana tambang meluluhlantakkan pulau tersebut. Alih-alih pulau tersebut bebas dari aktivitas tambang justru sampai saat ini terus dieksploitasi industri ekskraktif.”
Ironinya, polemik IUP yang disuarakan sejumlah elemen masyarakat di Halmahera Tengah itu enggan ditanggapi oleh pemkab maupun DPRD Halmahera Tengah. Kabag Hukum Pemkab Halmahera Tengah Anwar Nawawi ketika dikonfirmasi pada 25 Maret lalu enggan menjelaskan lebih detail masalah ini.
Dia hanya berdalih, “Perizinan itu sudah ada di pusat jadi bisa langsung ditanyakan ke Kementerian ESDM. Daerah tidak punya kewenangan lagi. Itu semua jadi kewenangan pusat jadi nanti ditanyakan ke Kementerian ESDM biar clear.”
Serupa, DPRD Halmahera Tengah pun enggan menanggapi hal itu. Masih dilansir dari Mongabay, Ketua DPRD Sakir H Ahmad saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp pada Minggu (24/3), enggan menjawabnya meski pesan tersebut terbaca oleh yang bersangkutan. Begitu pula Ketua Komisi III DPRD Halmahera Tengah Aswar Salim yang dikonfirmasi. Dia pun enggan memberi tanggapan meski pertanyaan yang diajukan sempat dibaca.
Sekedar catatan, IUP PT ANP di Kabupaten Halmahera Tengah itu masuk ke dalam 13 IUP yang diusulkan pembatalannya oleh Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba kepada Kementerian ESDM Februari 2022.
Hanya saja pengacara pemkab Halmahera Tengah kala itu, Hendra Karianga, bersama Kabag Hukum Setda Halteng Ridwan Muhammad yang menghadiri pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang menyelidiki usulan pembatalan yang diajukan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba kala itu, menyampaikan bahwa dokumen IUP PT ANP di Halteng telah memenuhi persyaratan.
Hal ini berdasarkan hasil kajian hukum bahwa kedua perusahaan benar-benar teregistrasi di Pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah. Hendra Karianga kepada media kala itu berdalih, “Pengajuan izinya sesuai tahapan, sehingga tidak ada alasan gubernur mengusulkan pembatalan IUP itu.”
Seperti diketahui, kasus 13 IUP ini pernah diperiksa oleh Mabes Polri. Penyidik pernah memeriksa dan mengambil keterangan mantan Bupati Halteng Edy Langkara diwakili kuasa Hukum Hendra Karianga dan Kepala Bagian Hukum Setda Halteng Ridwan Muhammad kala itu.
Bagaimana ke depannya nasib Pulau Fau? Semua bergantung kepada para pejabat yang masih memiliki nurani.
The Indonesia | Mongabay