theIndonesian – Pencalonan putra sulung Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, oleh ahli hukum administrasi, Prof Dr Ridwan SH MHum, dinilai tidak sah. Hal itu dilontarkan Ridwan dalam sidang pembuktian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden (pilpres), di gedung Mahmakah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (1/4).
Ridwan diajukan sebagai ahli oleh pemohon I, yakni kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Dia bilang, “Pencalonan Rakabuming Raka dalam persepektif hukum administrasi, saya menyimpulkan itu tidak sah.”
Alasan tidak sahnya Gibran, menurut akademisi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini, saat tahap pendaftaran, yaitu yang periodenya ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Oktober hingga 25 Oktober 2023, saat itu peraturan KPU No 19 tahun 2023 belum dihapus.
Penegasan Ridawan, “Peraturan KPU No 19/2023 itu belum dihapus, belum diganti, belum diubah. Sehingga dengan demikian, peraturan yang berlaku pada saat itu adalah peraturan KPU No 19/2023 yang mensyaratkan pada calonnya itu berusia paling rendah 40 tahun.”
Anehnya, lanjut dia, KPU tetap menerbitkan Keputusan KPU No 1632/2023 untuk menetapkan pasangan calon (paslon) yang telah mendaftar. Komentar dia, “Sehingga dengan demikian pada saat pendaftaran yang bersangkutan (Gibran) memang belum berusia 40 tahun. Baru kemudian baru setelah itu diterima pendaftaran itu, baru kemudian penetapannya sebagai pasangan calon itu menggunakan keputusan KPU nomor 1632 tahun 2023.”
Ridwan pun mempersoalkan konsideran keputusan KPU 1632/2023 yang masih menggunakan pasal 52 ayat (1) PKPU 19 /2023 meski sudah tidak berlaku. Ia kembali berkata, “Ini yang saya aneh dari perspektif saya sebagai ahli hukum administrasi, adalah pada konsideran menimbang huruf a (keputusan KPU 1632 tahun 2023), di sana disebutkan untuk melaksanakan pasal 52 ayat (1) PKPU 19/2023. Padahal keputusan tentang penetapan pasangan peserta pemilu itu diterbitkan 13 November, sementara PKPU itu sudah diubah pada 3 November.”
Ridwan bicara, “Kok masih dijadikan dasar pertimbangan menimbang, konsideran menimbang. Itu secara hukum administrasi tidak tepat karena tidak berlaku, mestinya yang menjadi pertimbangan adalah UU yang baru, peraturan yang baru.”
Alami Disfungsi Elektoral
Di satu sisi, Bambang Eka Cahya, ahli hukum pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang juga merupakan ahli lainnya dari dari pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, masih di Gedung MK, berkata, pencalonan Gibran disebut sebagai ketimpangan arena kompetisi, sehingga pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral.
Bambang Eka bilang, “Proses penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) bukan sekedar pelanggaran etika tapi juga pelanggaran konstitusi. Catatan saya adalah, kerangka hukum pemilu harus dijalani secara konsisten dan tanpa kelalaian serta tidak boleh diamandemen dalam waktu sebelum pemilu.”
Tambahan dia, “Perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta petisi pemilu 2024. UU pemilu, mestinya tidak diubah di tengah pemilu agar terjadi kesempatan yang sama bagi seluruh peserta dan tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan dadakan tersebut”.
The Indonesian