theIndonesian – Kasus tewasnya aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib beberapa tahun lalu oleh sejumlah kalangan terus didesak agar menjadi kasus pelanggaran HAM berat.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat (15/3) kembali melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan Munir tersebut, Tujuannya, dalam kerangka apakah tewasnya Munir masuk kattegori pelanggaran HAM berat atau bukan. Sejumlah saksi pun diperiksa
Komnas HAM menghadirkan Suciwati, istri mendiang Munir, dan mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, Usman Hamid. Suciwati usai diperiksa menegaskan agar segera dibentuk pengadilan HAM untuk menyelesaikan kasus pembunuhan suaminya. “Segera bentuk pengadilan HAM, tentunya itu yang menjadi akhir dari apa yang kami tuntut,” tegas dia.
Sementara Usman Hamid bilang, “Saya meyakini bahwa pembunuhan Munir bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Ada unsur serangan sistematis, ada serangan yang secara lebih luas ditujukan pada para aktivis ketika itu.”
Usman juga komentar, berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam penyelidikan oleh TPF kasus pembunuhan Munir yang dibentuk pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang masuk ke dalam pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Harga Mahal Sebuah Kemanusiaan dan Keadilan, Mengenang Munir Menolak Lupa
Sekedar kilas bali, Munir tewas dibunuh di atas pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan ke Belanda pada 7 September 2004. Hasil otopsi membuktikan ada racun arsenik dalam tubuhnya.
Tiga orang kemudian diadili, termasuk seorang mantan pilot Garuda bernama Pollycarpus Budihari Priyanto serta mantan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi PR. Ironi, proses persidangannya ternyata tidak menyentuh terduga aktor utamanya, seperti diungkap laporan tim pencari fakta kasus ini, dan disuarakan oleh para pegiat HAM.
Muchdi dalam kasus ini kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, Namun, dia dinyatakan bebas oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan pada akhir 2008. Sedangkan Pollycarpus (meninggal 17 Oktober 2020) akhirnya divonis bersalah dan dihukum penjara 14 tahun. Tapi Pollycarpus kemudian dibebaskan secara bersyarat dan telah bebas tiga tahun lalu.
Usman Hamid komentar, selama pemeriksaan dirinya ditanya komisioner Komnas HAM seputar sosok Pollycarpus dan sejumlah nama lain dalam peristiwa pembunuhan Munir. Dia juga ditanya proses dan hasil penyelidikan TPF kasus pembunuhan Munir.
Hanya informasi, Usman dan Suciwati diperiksa sebagai tindak lanjut dari keputusan Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat dalam kasus pembunuhan Munir.
Tim ad hoc ini dibentuk Komnas HAM pada 20 September 2022 setelah muncul desakan para pegiat HAM agar kasus pembunuhan Munir dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat itu dianggap penting, karena kasusnya akan dinyatakan kedaluwarsa, dua tahun silam.
Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tuntutan perkara dengan ancaman hukuman pidana mati atau penjara semur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Ini artinya upaya mengungkap siapa aktor utama kasus pembunuhan Munir telah berakhir pada 2022, karena perkaranya masuk kategori pembunuhan berencana biasa.
Dibentuknya tim ad hoc ini karena adanya perbedaan pendapat di antara komisioner Komnas HAM, apakah kasus pembunuhan Munir bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat atau tidak. Pembentukan tim tersebut diputuskan dalam sidang paripurna khusus Komnas HAM, Jumat, 12 Agustus 2022, oleh komisioner periode sebelumnya.
Pegiat HAM Al Araf juga bilang, kasus Munir sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat. Dia menganggap pembunuhan Munir sudah memenuhi kriteria sistematis dan meluas seperti diatur dalam UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
“Secara unsur sistematis, terlihat kesimpulan tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Munir bahwa ada permufakatan jahat di baliknya. Sementara untuk unsur meluas, tidak bisa dilihat dari angka-angka atau jumlah korban, tetapi dapat dilihat dari dampak pembunuhan Munir,” kata Al Araf.
Di satu sisi, pembentukan tim ad hoc Komnas HAM itu berdasarkan mandat UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Anggota Komnas HAM yang masuk ke dalam tim ad hoc ini adalah Hari Kurniawan, Atnike Sigiro, Semendawai, serta Uli Parulian.
Pada Desember 2023, Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan pernah berkata, pihaknya sedang melakukan profiling terhadap 56 orang saksi. Tujuannya, untuk memetakan seberapa jauh saksi tersebut mengetahui peristiwa pembunuhan Munir.
Sementara, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Komnas HAM untuk segera menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM Berat. Berdasarkan pernyataam KASUM, kasus pembunuhan keji terhadap Munir jelas bukan tindak pidana biasa (ordinary crimes).
Alasan KASUM, kasus ini melibatkan aktor negara seperti pihak Garuda Indonesia dan Badan Intelijen Negara (BIN) dan penuh dengan konspirasi. Penegasan KASUM, kasus pembunuhan Munir dapat digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) atau pelanggaran HAM yang berat (gross violations of human rights) dan bahkan dinilai sebagai kejahatan yang amat serius (the most serious crimes) seperti kejahatan melawan kemanusiaan (crimes against humanity).
Presiden Joko Widodo pun oleh KASUM didesak untuk membuktikan janjinya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM Berat termasuk kasus pembunuhan Munir. Beberapa tahun silam, Jokowi pernah berkomitmen menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. Namun, melihat sisa masa kekuasaanya yang hingga Oktober nanti, sepertinya itu akan menjadi bualan saja seperti kebiasaan lainnya.
The Indonesian