theIndonesian – Penerimaan negara dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun ini ditaksir mencapai USD 12,9 miliar atau sekitar Rp 200,98 triliun (kurs Rp 15.580). Besaran tersebut turun 11,64 persen dari penerimaan negara tahun lalu sebesar USD 14,6 miliar atau sekitar Rp 227,46 triliun.
Jebloknya penerimaan negara tahun ini diungkapkan oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Rabu (13/3). “Total revenue pada 2024 diperkirakan USD 33,7 miliar dengan target penerimaan negara USD 12,9 miliar, penerima kontraktor USD 12,5 miliar, dan cost recovery USD 8,3 miliar,” kata dia.
Dwi berkomentar, upaya efisiensi terus dilakukan, terlebih terdapat sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang bakal mengusulkan perubahan skema dari gross split menjadi cost recovery.
Sekedar informasi, gross split adalah kondisi di mana biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor. Sementara kontrak bagi hasil alias cost recovery adalah kondisi di mana biaya operasi pada akhirnya menjadi tanggungan pemerintah.
Kondisi pengembalian biaya operasi kepada negara bisa didapatkan yang pada akhirnya bisa mempengaruhi tingkat penerimaan negara. “Tapi perubahan skema tersebut tidak melebihi anggaran yang diberikan sebesar USD 8,3 miliar,” kata Dwi.
Di satu sisi, diprediksi juga terjadi penurunan target produksi siap jual atau lifting minyak pada 2024. Target lifting minyak sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah 635 million barrel oil per day (MBOPD). Target itu turun dari realisasi lifting minyak sebesar 605,5 MBOPD pada 2022.
Sementara itu, target salur gas adalah 5,785 million standard cubic feet per day (MMSCFD) pada 2024 atau mengalami peningkatan dibandingkan realisasi salur gas 5.376 MMSCFD pada 2023.
The Indonesian