theIndonesian – Sejumlah perusahaan tambang nikel di Tanah Air, sahamnya terus berguguran, meskipun negeri ini menjadi salah satu yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Konon, cadangan nikel yang belum tereksplorasi bahkan ditaksir mencapai belasan miliar ton.
Merosotnya harga nikel, terutama sepanjang tahun lalu, ikut mempengaruhi kinerja saham perusahaan tambang nikel di Indonesia. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga awal pekan ini, Senin (4/3), dilansir dari Bloomberg Technoz, mayotitas terjadi penurunan saham untuk perusahaan tambang nikel.
Berikut pergerakan sejumlah saham nikel untuk periode tertentu.
Satu pekan perdagangan terakhir:
• Aneka Tambang (ANTM) turun 2,31%
• Vale Indonesia (INCO) naik 7,05%
• Central Omega Resources (DKFT) turun 0,95%
• Ifishdeco (IFSH) turun 5,88%
• Resource Alam Indonesia (KKGI) turun 0,57%
• PAM Mineral (NICL) turun 6,67%
• Harum Energy (HRUM) naik 3,28%
• Trimegah Bangun Persada (NCKL) naik 1,72%
Sejak awal tahun (ytd):
• Aneka Tambang (ANTM) turun 13,20%
• Vale Indonesia (INCO) turun 4,87%
• Central Omega Resources (DKFT) turun 7,14%
• Ifishdeco (IFSH) turun 8,05%
• Resource Alam Indonesia (KKGI) turun 4,35%
• PAM Mineral (NICL) turun 19,23%
• Harum Energy (HRUM) turun 5,62%
• Trimegah Bangun Persada (NCKL) turun 11,50%
Sekedar informasi, Indonesia saat ini baru memanfaatkan 800 ribu hektare (ha) lahan cadangan nikel. Masih ada 1,2 juta ha lagi lahan yang belum dieksplorasi. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, total sumber daya nikel RI mencapai belasan juta ton.
“Total sumber daya nikel yang belum dieksplorasi saat ini mencapai 17,3 miliar ton bijih dan 174,2 juta ton logam,” kata Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Rita Susilawati, belum lama ini.
Sementara itu, total cadangan pastinya mencapai 5,02 miliar ton bijih dan 55,06 juta ton logam. Total cadangan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki cadangan terbesar di dunia dengan porsi 23 persen dari total cadangan global.
Pendapatan INCO Turun
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan, dirinya memprediksi pergerakan harga nikel dalam satu tahun ke depan relatif flat di level USD 17 ribu per ton yang disebabkan oleh tiga faktor, yakni target pertumbuhan ekonomi, dan stimulus dari Cina yang masih di bawah ekspektasi konsensus, serta potensi terus meningkatnya produksi nikel global.
Felix dalam riset terpisahnya juga menjelaskan, prospek harga nikel tertekan lantaran ekonomi Cina dan persaingan tipe baterai. Seiring dengan perlambatan perekonomian Cina, International Monetary Fund memproyeksikan jika pada 2024 ekonomi Cina hanya akan tumbuh 4,6 persen yoy, dari sebelumnya yang mencapai 5,2 persen yoy, juga seiring dengan penurunan investasi properti pasca-bangkrutnya dua developer besar di Cina.
Melemahnya harga nikel, menurut sejumlah analis pasar modal, diperkirakan akan memangkas pendapatan perusahaan, dalam hal ini terutama PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL).
Riset Analis KB Valbury Sekuritas Benyamin Mikael menyebut, mengantisipasi terus berlanjutnya penurunan harga nikel selama kuartal I-2024, akan tetap dipertahankan proyeksi harga LME yang lebih rendah di level USD 17.000 per ton pada 2024. “Akibatnya, perkiraan laba INCO diproyeksikan turun menjadi USD 84 juta pada 2024F (-69 persen yoy),” tulis dia, Jumat (1/3).
Senada, analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo juga memangkas perkiraan pendapatan Vale Indonesia untuk 2024–2025 karena melemahnya harga nikel. Thomas menurunkan perkiraan laba bersih untuk tahun penuh 2024–2025 sebesar 15,7 persen dan 19,3 persen menjadi masing-masing USD 111 juta dan USD 84 juta.
(TheIndonesian)