theIndonesian – Wacana menggelar hak angket kecurangan pemilu yang digagas PDI Perjuangan terus bergulir. Konon, tiga partai politik (parpol) yang mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) pun turut mendukung hak angket tersebut.
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan perundangan yang ada, disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit dua puluh lima (25) orang anggota serta lebih dari satu fraksi, disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikannya.
Hingga saat ini, setidaknya empat parpol menyatakan kesiapannya menggelar hak angket. Keempat parpol tersebut adalah adalah, PDI Perjuangan, Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sebelumnya, pada Kamis (22/2), Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim dalam konferensi pers di NasDem Tower, mengatakan, pihaknya sudah mengevaluasi, termasuk wacana hak angket yang diusung calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.
Terpisah, politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu dalam keterangan tertulis, Rabu (21/2), menegaskan, pengajuan hak angket di DPR RI merupakan solusi untuk mengungkap berbagai kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024.
“Rakyat saat ini tidak lagi mempercayai lembaga negara, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Pilihannya adalah hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024,” tegas dia.
Komentar Adian, sangat terbuka kemungkinan terjadi kecurangan pada pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Dia menambahkan, berbagai dugaan kecurangan tersebut telah ditemukan rakyat dan partai politik.
“Namun, mereka bingung kecurangan itu akan dilaporkan ke lembaga mana. Kecurangan itu tidak bisa hanya dilihat di angka-angka. Rakyat bingung. Parpol bingung. Ketemu kecurangan pemilu. Ngadu ke mana? MK ada pamannya. Lalu ke mana? Mau tidak mau pilihannya hak angket,” ungkap mantan aktivis 1998, ini.
Penegasan Adian, jika KPU, Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 atau Sirekap dan MK sudah tak bisa dipercaya, mau tidak mau rakyat hanya percaya dengan kekuatannya sendiri.
“Hati-hati loh itu. Hati-hati. DPR harus bertanggung jawab untuk mengontrol produk undang-undangnya. Selain itu, DPR juga harus bertanggung jawab untuk setiap pengeluaran rupiah yang diteken dalam APBN,” jelas dia.
Di satu sisi, jika hak angket kecurangan pemilu ini benar diajukan, di atas kertas, besar kemungkinan hak angket kecurangan pemilu dapat dilakukan. Hal itu bisa terlihat dari komposisi parpol pengusung hak angket di parlemen.
Total suara yang mendukung hak angket DPR ini sebesar 51,31% atau telah 50+1%. Adapun komposisinya sebagai berikut:
• PDI Perjuangan 128/575 kursi (22,26%)
• PKB 58/575 kursi (10,09%)
• Partai NasDem 59/575 kursi (10,26%)
• PKS 50/575 kursi (8,70%)
Sementara, Majelis Kehormatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta seluruh jajaran pengurus dan anggota fraksi PPP di DPR untuk bijaksana dalam menghadapi hak angket guna menyelidiki indikasi kecurangan Pilpres 2024.
Ketua Majelis Kehormatan PPP Zarkasih Nur khawatir hak angket justru akan memicu perpecahan umat yang akan sangat merugikan bangsa Indonesia.
“Hak angket harus dipikirkan matang-matang, harus disikapi secara cerdas dan teliti, kami rasa tidak perlu sejauh itu hak angket tidak harus sejauh itu, sebab kalau ada kecurangan pemilu kan sudah ada jalurnya,” kata Zarkasih dalam keterangannya, Jumat (23/2).
Menilik kondisi tersebut, maka partai yang ‘menolak’ hak angket, dan masih ‘setia’ kepada Presiden Joko Widodo menjadi:
• Partai Golkar 85/575 kursi (14,77%)
• PPP 19/575 kursi (3,30%)
• Partai Gerindra 78/575 kursi (13,57%)
• PAN 44/575 kursi (7,65%)
• Partai Demokrat 54/575 kursi (9,39%)
Sehingga, total suara di parlemen hanya tersisa 48,68% dari sejumlah parpol yang tidak atau belum menentukan sikap terhadap hak angket.
Apakah hak angket tersebut akan menjadi kenyataan dalam waktu dekat untuk mengungkap berbagai kecurangan pelaksanaan pilpres dan pileg yang baru saja berlangsung? Atau hak angket tersebut malah akan menjadi hanya sebatas angan.
(TheIndonesian)